November 26, 2012

November Sakral

November, bulan dimana didalamnya saya selalu mensakralkannya. Saat-saat dimana beberapa manusia terlahir dalam keadaan yang kudus dengan keberkahan manifestasi jiwa petualang. Dari rahim perempuan yang suci dan disucikan, ibu yang mulia. Terberkati.

Saya selalu saja menolak kegamangan juga gulana datang menghampiri. Dengan argumentasi saya menghargai bulan yang sakral itu. Ini bentuk perayaan dari saya. Mungkin tak perlu ucapan dari orang-orang terdekat saya.

Karena jiwa petualang adalah anugerah yang tidak semua orang mendapati dalam dirinya. Tuhan hanya membaginya pada segelintir orang saja yang lahir dari rahim perempuan yang terpilih pula.

Maka berbahagialah perempuan mulia dari kaumnya itu telah melahirkanku. Bahagia pula saya. Semoga keberkahan selalu menghampiri dan dewi fortuna menyelimuti/menghangatkan tubuhku yang kadang-kadang kedinginan dan nyaris hipothermia ini.  Adalah doa-doa suci darinya akan menguatkan.

Barangkali sekali tepukan tangan kalian adalah hadiah yang lebih buat saya. Sekali lagi, berbahagia banggalah kalian apa yang tergaris pada saya. Makhluk pendaki gunung yang terkadang nyaris terbunuh pada malam-malam dingin di hutan sana.




November 22, 2012

Sensasi Menyeruput Kopi di Atas Gunung

Kita semua punya cerita tersendiri tentang secangkir kopi tak terkecuali saya yang penikmat kopi.  Setiap hari saya akan menikmati partikel hitam tersebut, tentu saja dalam takaran yang sewajarnya. Ada sebuah pengalaman menyeruput kopi yang kenikmatan rasanya masih dan selalu saja mengendap pada ingatan-ingatan saya yaitu setiap mendaki gunung atau masuk gua, ke pantai atau alam bebas lainnya. Semacam ampas kopi yang selalu tertinggal di dasar cangkirnya.

Mendaki gunung adalah olahraga kategori berat bahkan ada yang menyamakannya dengan beradu banteng. Kita akan berjalan dengan beban di punggung berjam-jam hingga berhari-hari dengan melewati berbagai variasi medan entah dengan kontur yang landai, terjal berlumpur, berpasir dan kondisi alam lainnya. Setelah itu barulah kita akan mendapati puncak/triangulasi. Di titik ini segala rasa capek akan terkalahkan dengan pemandangan yang membius mata. Saya rasa itu impas.

Menyeruput Kopi Bersama (dok. pribadi)


Menikmati kopi di atas gunung tentu saja akan berbeda sensasinya dengan di café-café  pinggiran kota walaupun dengan iringan music romantic sekalipun. Saat di gunung, tidur di tendapun adalah istrahat sekelas kamar hotel bintang lima. Di atas gunung meyeruput kopi dalam keadaan dingin, berkabut sembari merasakan belaian angin gunung adalah hal yang mengasyikkan. Pada malam hari, kita akan ditemani bintang, bulan dan api unggun  yang akan menghangatkan tubuh. Suatu pengalaman yang tidak semua orang dapat merasakannya, Sentosa.

Pada musim haji tahun lalu di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 2829 mdpl  (meter dari permukaan laut). Saya, Tim Jejak Petualang Trans7 dan Medina Kamil menyaksikan perayaan ritual shalat ied di puncak gunungnya. Semangat keakraban sangat terasa dikala menyeruput kopi bersama-sama. Bahkan secangkir diteguk berlima atau berenam secara bergantian. Di gunung secangkir kopi dapat menumbuhkan semangat kebersamaan, sependeritaan dan sepenaggungan. 

Menghangatkan tubuh dengan tegukan kopi (dok. pribadi)


Berbeda pula ceritanya pada awal tahun lalu, dalam pendakianku ke atap Sulawesi Puncak Gunung Rantematio, 3478 mdpl. Sepanjang pendakian pulang pergi di guyur hujan lebat. Jarak pandang hanya lima meter, Nyaris terhempas badai di Puncak tertinggi Sulawesi adalah gambaran betapa ektrimnya cuaca saat itu.

Namun hal yang mampu mengalahkan semua pengalaman itu adalah saat menyeruput kopi hitam racikan anak gadis Pak Mellu dimana rumahnya kami jadikan basecamp di perkampungan Baraka, kaki gunung Latimojong. Setiap tegukannya membuat sekujur tubuh kembali menghangat setelah di guyur hujan seharian. “Ini adalah kopi asli Baraka”, kata Pak Mulle sambil menunjukkan pohon-pohon kopi di sekeliling rumahnya.

Setiap petualangan mendatangi tempat-tempat baru sebaiknya kita menyempatkan mengenal lebih banyak hal baru tentang adat istiadat, budaya, bahasa dari daerah tersebut. Dan setiap daerah di kaki gunung selalu memiliki kopi asli dan cita rasa khas tersendiri. Maka dari itu saya selalu mencicipinya.

Kopi merupakan barang wajib yang harus selalu ada dalam packingan carrier untuk setiap kegiatan naik gunung. Tentu saja selain perlengkapan wajib lainnya. Pada kesimpulannya, setiap naik gunung cerita tentang secangkir kopi adalah hal yang tak pernah habis diceritakan dalam buku catatan perjalanan. Kita akan selalu bermemori untuk setiap tegukannya. 

Kunjungi juga di  :

November 16, 2012

Menyaksikan Ritual Shalat Idul Adha di Puncak Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan

Gunung Bawakaraeng pagi itu tampak tertutup kabut tebal disertai desiran angin dan hujan dengan sesekali bergerimis tapi mentari pagi belum juga menampakan sinarnya. Dari lokasi kami bercamp dan mendirikan tenda terlihat ada beberapa jamaah berpakaian putih-putih bersorban serta berkerudung, mereka dengan rapi membentuk shaf dan dipimpin oleh seorang imam untuk mendirikan shalat ied disekitar tugu triangulasi.  Pada kondisi cuaca yang cukup dingin seperti ini mereka tetap melaksanakan shalat idul adha dengan khidmatnya mengikuti khutbah serta berdo’a lalu bersalam-salaman saling memaafkan”.

shalat ied di puncak bawakaraeng
Ini adalah sebuah perjalananku yang sangat disengaja diakhir tahun 2011 kemarin, saya temukan suatu peristiwa yang memang agak unik, langka, seru serta menarik dan hanya bisa kita jumpai di Sulawesi Selatan, tentunya. Bersama teman-teman dari tim sar unhas, saya ikut mendaki gunung bawakaraeng 2829 mdpl sebagai salah satu gunung tertinggi di Sulawesi selatan. Setiap tahunnya mereka akan mendaki gunung tersebut untuk melaksanakan siaga rutin sebagai antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. “Pada agustus 1987 ritual seperti ini memakan korban 12 orang meninggal dunia” (sar unhas makassar)

Pilihan ke sana, karena ingin  menikmati suasana berlebaran di tengah-tengah alam pegunungan yang masih alami. Selain itu, ingin  mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan “ritual shalat ied” yang konon menurut beberapa cerita yang beredar jika mereka, “melaksanakan shalat” di puncak gunung Bawakaraeng, sama dengan naik haji sesungguhnya di tanah suci mekkah. Namun yang aku temukan berbeda mereka hanya menjalankan shalat ied saja  dan naik haji sesungguhnya itu hanya di Mekkah bukan di Bawakaraeng.  “Naik gunung bawakaraeng untuk naik haji itu tidak benar dan itu salah’’ Ujar Karaeng Kila, salah seorang warga yang juga melaksanakan shalat dipuncak.

jingga di pos 6
Gunung Bawakaraeng terletak di Kabupaten Gowa dan termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Lompobattang. Bagi masyarakat setempat memiliki arti Mulut Tuhan. Pada musim haji seperti ini, gunung bawakaraeng selalu ramai didatangi oleh warga dan beberapa pendaki untuk  melaksanakan shalat idul adha di puncak gunung.  Menurut data yang saya peroleh jumlah tahun ini kurang lebih 47 orang dan lebih banyak dibanding dua tahun terakhir.  Namun warga yang akan melakukan ritual bukan berasal dari warga dikaki gunung melainkan dari beberapa kabupaten disekitar gunung bawakaraeng.

Untuk bisa menyaksikan pelaksanaan shalat idul adha di gunung bawakaraeng pada bulan haji seperti ini, kami harus mendaki minus dua hari sebelum pelaksanaan hari H.  Start dari Kampus Unhas Makassar menuju Dusun Lembanna Kabupaten Gowa di kaki gunung bawakaraeng membutuhkan waktu sekitar 4 jam menggunakan mobil carteran.  Masyarakat Dusun Lembanna sangat akrab dengan para pendaki. Kita bisa menginap dirumah warga dengan tidak dimintai imbalan sepersenpun.

Saya dan beberapa teman dari unhas berjumlah 10 orang. Namun ada 5 orang teman media yang ikut bersama dalam tim kami kebetulan akan meliput pelaksanaan shalat idul adha diatas. Mereka adalah dari Jejak Petualang dan hostnya yaitu Medina Kamil. Kalau ada sahabat blogger yang sempat nonton tayangannya disalah satu stasiun tv pasti akan mengenal  saya.. hehhee..

Minus dua hari kami sudah melakukan pendakian. Jam 8 pagi waktu Dusun Lembana, setelah berdoa kamipun mulai melakukan pendakian. Jumlah tim dibagi menjadi dua, tim pertama yang membawa logistik dan tenda berjalan duluan bersama 4 orang porter yang membawa barang dan perlengkapan kamera dari  media. Tim kedua termasuk saya sendiri akan menemani  Jejak Petualang karena pada beberapa pos/tempat harus mengambil gambar.

berpose dalam satu tim (jejak petualang)
Tim pertama telah sampai di puncak pada jam 5 sore dan sudah mendirikan tenda. Sedangkan saya dan tim kedua baru sekitar jam 7 malam. Jika saya mengkalkulasi durasi waktu tempuh perjalanan normalnya yaitu 9 hingga 10 jam. Jalur pendakian gunung bawakaraeng adalah menanjak dan menurun lalu akan melewati hutan tertutup dan pada beberapa pos akan mendapati daerah terbuka dengan pemandangan yang menakjubkan mata.

Satu hari sebelum lebaran haji. Beberapa warga dan pendaki sudah mulai berdatangan ke puncak gunung bawakaraeng. Ada dua jalur yang bisa ditempuh yaitu melalui jalur lembanna kab. Gowa dan bisa melalui Kab, Sinjai. Diantara beberapa jamaah tampak terlihat ada seorang anak yang masih duduk dibangku kelas dasar. Suasana pada malam hari sangat ramai, terlihat juga api unggun pada beberapa tenda para pendaki. Mereka sedang menikmati  bintang dilangit dengan sangat terangnya. Menurutku inilah momen terbaik ketika mendaki gunung yaitu menikmati secangkir kopi bersama sembari ditemani bintang-bintang atau bulan.

Saya melihat perlengkapan pendakian mereka masih seadanya. Sebagian tenda yang mereka gunakan adalah terpal bukan tenda dome. Namun fisik dan daya tahan tubuh mereka mampu menahan hawa  bawakaraeng yang cukup dingin itu, saya cukup terkagum-kagum akan hal ini. “luar biasa” pikirku.

Puncak Gunung Bawakaraeng Tanggal 10 Dzulhijah. 
dok. didie putri (jejak petualang)
Tibalah waktu yang saya tunggu-tunggu yakni melihat secara langsung perayaan ritual shalat idul adha di Puncak Gunung Bawakaraeng. Pagi yang masih dingin dan berkabut tidak menghalangi warga dan beberapa kelompok jamaah dan para pendaki untuk melaksanakan shalat. Suasana puncak saat itu sangat ramai. Keakraban sangat jelas terlihat dengan saling bersalam-salaman bahkan menyeruput kopi dan menikmati rokok bersama.

Pada momen yang berbahagia seperti ini saling bersilaturahim adalah salah satu hal yang bisa kita lakukan. Sayapun menyempatkan diri ke tenda-tenda warga yang telah selesai melaksanakan shalat.  Bercerita bercanda dan sedikit mendapat informasi jika beberapa dari mereka telah melakukan ritual seperti ini secara turun temurun. Hari itu juga kami mendapat berkah menikmat makanan ala lebaran puncak gunung bawakaraeng yaitu ayam goreng. Tentu saja ini akan mengalahkan menu makanan kami yang sudah dua hari hanya mengkonsumsi indomie saja.

Sampailah pada kesimpulan apa yang saya lihat bahwa mereka yang melaksanakan shalat idul adha di Gunung Bawakaraeng adalah sama halnya dengan tata cara masyarakat umumnya baik di mesjid-mesjid atau ditanah lapang pada waktu lebaran haji. Anggapan beberapa masyarakat yang mengatakan tentang mereka yang bergelar haji gunung bawakaraeng itu adalah salah seperti yang dikatakan oleh Karaeng Kila sebelumnya.

Setelah melihat dan merasakan suasana berlebaran diatas gunung. Saya menyebutnya berlebaran diatas awan. Siang hari itu juga kami dan warga serta pendaki lainnya mulai meninggalkan puncak Gunung Bawakaraeng. Akhirnya kembali pulang dengan selamat dan membawa segudang cerita menarik untuk dikisahkan.

Kapan-kapan jika ada waktu sahabat blogger bisa mendaki bersama saya serta menyaksikan secara langsung suasana berlebaran di tengah-tengah alam pegunungan yang masih alami. Saya pastikan akan mendapatkan pengalaman dan sensasi yang berbeda dalam perjalanan wisata anda. Siapkan saja fisik, mental dan perlengkapan anda!!!

*) Catatan yang bisa saya sobek dalam rekaman perjalananku di bulan November 2011

October 12, 2012

Malam Yang Damai, Saat tepat Menyatakan Cinta

Malam ini, saatnya bulan membentuk sudut azimuth seratus delapan puluh derajat dengan warna keemasan. Semoga saat yang tepat pula untuk menyatakan cinta. Tentu saja dengan dukungan dan keberpihakan semesta serta restu Tuhan Yang Maha Baik akan bisa menghasilkan kesepakatan yang baik bisa juga tidak.

Perenunganku beberapa hari ini mengatakan tidak ada yang salah dengan perasaan paling dalam palung hatiku. Kaulah orangnya, seorang dari golongan kaum hawa calon dari anak-anak kita, Jagat dan Bumi. Kelak nanti.

Perjumpaan denganmu beberapa pekan lalu dikamar kostanmu belakang kampusmu. Melihatmu, melihat sorot matamu seolah-olah aku melihat masa depanku atau tepatnya masa depan kita. Harapku kau juga bisa menerawangnya sejauh itu.

Ada kemungkinan terburuk dari perihal diatas adalah penolakan-penolakanmu dengan segala macam konstruksi kalimat alasan serta argumentasimu. Benar kata mereka, itu perkara biasa dan klasik hanya dinamika. Aku melihatnya ini bagian dari proses iterasi.

Jika demikian aku akan kembali melakukan intersection, memplotnya  di peta dan di karvak mana. Lalu beranjak mengembara mencarinya semoga ada tulang rusuk yang sesuai disana. Dan sepengetahuanku dia tidak pernah tertukar. Itu saja.

Sebelum bulan malam ini meredup, aku sudah harus bisa mengajakmu berdamai denganku. Mari berjabat tangan denganku, bergandengan berjalan searah membawa harapan-harapan kita bersama hidup yang begitu biru.

Sekali lagi, semoga saat ini merupakan perjumpaan yang paling damai dengan malam dan tentu saja denganmu wanita titipan Tuhan. Semesta alam berpihaklah. Avignam!!!

(Warkop-Ogie’e, Makassar/12/10/12 )

 

September 18, 2012

Mempacking Sekerel Cita-cita

ilustrasi : dok. pribadi
Saat ini aku sedang menyusun tujuan hidup. Mempacking sekerel cita-cita, namamu ada juga di dalamnya, sayang. Kita akan mengembara dan berkelana mengikuti rotasi waktu dan menempuh jarak kehidupan bersama dengan sesekali menghindar tergilas, lalu menyusuri kontur kehidupan ini. Benar, berdua-dua denganmu. Sayang.

Hidup memang adalah petualangan. Dan kita harus punya rencana-rencana atas itu. Petualangan tanpa persiapan sama dengan angka nol. Artinya tidak bernilai apa-apa dan hanya menantang hidup sia-sia. Seperti kebiasaan kami atau saya ketika hendak naik gunung yang harus lebih siap. Jadi, Mari kita mengemas dan milah-milah cita-cita itu.

Cita-cita, mimpi dan hari esok merupakan misteri atau keghaiban. Dari ketidakpastian menuju ketidakpastian selanjutnya. Dan tak satu setanpun yang mengetahuinya. Ada banyak cita-cita yang terpatri dan terlintas di kepala atau yang sementara diperjuangkan hari ini. Halaman ini tak cukup untukku bercerita disini. Saya sedang mempackingnya.

Sekerel tentu saja berat dan butuh tenaga untuk bisa mengangkatnya. Kaki dan sepatuku harus kuat menopangnya. Harus kuat hingga sekuat-kuatnya. Berjalan, bergerak semoga masa depan dapat diajak berdamai.  Seperti harapan dan niatku yang ingin ke setiap atap langit di negeri ini. Mari sini sayang, kita jalan bergandengan. Peta yang usang dan kompas yang nyaris tidak akurat itu jangan sampai terlupa.

Kamar kostan, sedang mengkhayal…

July 26, 2012

Karena Setiap Perjalanan Menarik Untuk Dikisahkan

Cerita dibalik Pemenang II lomba Menulis Catatan Perjalanan Wisata di Kompasiana

Hari ini, ada sesuatu hal yang membuat saya tersenyum sembringah. Betapa tidak, tulisan saya berhasil keluar sebagai pemenang II dalam lomba menulis blog dengan tema perjalanan/wisata yang diadakan oleh Kompasiana-Opera Travel Blog Competition. Kompasiana adalah media warga terbesar di Indonesia. Sayapun berhak atas hadiah berupa Samsung Galaxy Tab. 7.0.

Tulisan yang saya angkat adalah berdasarkan pengalaman pribadiku pada akhir tahun 2011 lalu. Catatan daypack yang kembali saya kisahkan yaitu tentang perayaan ritual berlebaran haji di puncak Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Ini adalah pengalaman yang unik, langka, seru dan menarik serta hanya bisa kita jumpai di Sulawesi Selatan tentunya.

Bersama sar unhas tercinta setiap tahunnya dan dengan gagah berpakaian orange. Saya selalu memilih berlebaran haji di puncak gunung bawakaraeng ataupun lompobattang dibanding orang lain memilih keramaian kota. Kedua gunung tersebut selalu ramai dikunjungi beberapa bahkan puluhan warga yang akan melakukan ritual, shalat idul adha dipucak gunungnya. Seperti halnya tahun 2011 kemarin, sungguh ini yang paling menarik dan unik karena bisa menyaksikan secara langsung dengan kondisi cuaca yang berkabut, semacam berlebaran ditas awan.

Namun pada pendakianku beberapa tahun sebelum-sebelumnya, saya dan beberapa teman hampir saja menjadi korban ekstrimnya gunung lompobattang, nyaris terhempas badai dan tidak bisa menembus hingga sampai di puncaknya terlebih mencapai ko’bange, lokasi segelintir warga biasa melakukan ritual digunung ini. Saat itu sepanjang perjalanan mendaki dan kembali ke basecamp terguyur hujan sangat  deras tentu saja mempengaruhi kondisi tubuh yang menggigil.

Ulasan saya tentang gunung bawakaraeng dan keunikannya inilah yang membuat panitia/juri lomba tersebut memilihnya sebagai pemenang II. Saya sedikit berbangga betapa tidak ritual haji ini berhasil mengalahkan tulisan-tulisan beberapa peserta kawakan dengan artikelnya tidak kalah menarik tentang keindahan gunung rinjani, semeru, kerinci dan beberapa cerita perjalanan tempat destinasi yang terkenal di Indonesia lainnya.

Saya meyakini setiap jiwa yang menyukai petualangan akan merindui dan ingin merasakan berlebaran dipuncak gunung dengan kondisi alam yang masih alami seperti di gunung bawakaraeng ini. Namun akan ada beberapa orang yang menyebutnya berlebaran ditempat yang tidak lazim. Ini tentang kebiasaan warga yang menarik untuk kita lihat dan saya pribadi tidak berani mengatakan itu salah.

Setidaknya ini semakin menambah kecintaanku terhadap Bawakaraeng…
Karena saya tidak pernah mengatakan jenuh dan bosan mendakinya secara berulang-ulang…
Dan tidak ada kata “Jauh” buat saya hingga memenjara kita tidak bisa kemana-mana…
Karena setiap perjalanan selalu menarik untuk dikisahkan. Jadi mari kita menulis dan mengabarkannya.

Ramadhan hari ke-6

June 13, 2012

26Th SAR Unhas Tulus Mengabdi Untuk Kemanusiaan



Keluarga keduaku, SAR Unhas

Selalu ada pengalaman, cerita, sejarah, kenangan yang tak akan pernah habis kita tuliskan pada buku catatan-catatan kita...

Tentang operasi SAR pencarian penyelamatan, Siaga insidentil SAR, bergelut dengan mayat, naik gunung-dingin yang menusuk tulang, susur gua-kegelapan abadi, ganasnya ombak di laut. Survival yang mengajarkan kita jangan pernah menjadi manusia manja apalagi mengeluh, 

Tentang kesederhanaan dalam eratnya ikatan simpul-simpul kebersamaan dan keakraban pada keseharian kita para pengabdi kemanusian dan jika mereka melihat atau memperhatikannya tentu akan membuatnya cemburu dan catatan-catatannya tak akan sebanyak dan melampaui cerita kita.

Mendedikasikan hidup untuk kemanusian termasuk manusia langka di negeri ini. Karena hidup hanya sekali, jangan sia-siakan untuk menolong orang lain. Jalan ini tidak akan kita lewati lagi. Niat yang tulus tidak ada yang sia-sia. Untuk kita yang merindukan kesempurnaan hidup.

14 juni 1986 - 14 juni 2012, 

SAR Universitas Hasanuddin Tulus Mengabdi Untuk Kemanusiaan.
Selamat Ulang Tahun yang ke-26, Selalu jaya dan eksis serta terdepan dalam penanganan tugas-tugas kemanusiaan. Avignam Jagat Samagram/Damailah Bumi Beserta Isinya


— R405

May 27, 2012

Cita-cita, Depresi, Jangan Menyerah

Kita...

Untuk mencapai titik pencapaian tertinggi dibutuhkan semangat-semangat yang meningkat secara kontinu. Dalam perjalanannya kita terkadang jatuh pada titik terendah depresi dan strees. Pada kondisi demikian kita tidak boleh manja, harus kuat hingga sekuat-kuatnya.

Ketika mendaki gunung dan mendekati puncak titik triangulasi kita sering dihadang oleh badai dan nyaris terhempas atau kondisi alam yang ekstrem tak bersahabat. Kemampuan dan pengetahuan menuntut kita harus bisa survive dan bertahan hidup, percaya saja badai pasti berlalu, kabut pasti akan pergi.

Untuk menjadikan sebuah mimpi menjadi kenyataan dibutuhkan kerja keras. Jika berada pada kondisi depresi Kita tidak boleh mudah dan pantang menyerah walau rintangan menghadang. Seperti pada perencanaan struktur bangunan yang harus tetap pada batas tegangan izin dan tidak boleh melewati batas tegangan leleh jika tidak ingin struktur tersebut akan hancur. Seperti mimpi yang tidak akan pernah nyata.

Jika segala sesuatu itu akan indah pada waktunya, jadi jangan pernah menyerah. Karena hidup bukan persoalan kalah dan menang melainkan maju terus bangkit bergerak karena kita tidak akan pernah tahu sampai dititik mana nanti. Akan ada doa-doa yang menguatkan kita istimewanya itu dari ibumu, percaya saja...

Mari menguatkan diri masing-masing karena kita adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap kata Aku

# Kita jangan menyerah...








May 23, 2012

Menanti Perayaan di Penghujung Musim

Musim hampir saja berakhir menghampiriku. Pada pergantian dan rotasi-rotasi waktu dari malam menjadi pagi kemudian siang beranjak bertemu senja, ada beberapa hari yang menjenuhkan telah aku jumpai. Juga ada satu dua tiga hingga lima wajah-wajah yang memuakkan bagiku. 

Mereka menyerupai nabi atau rasul terlalu sempurna untuk kategori seorang hamba. Menganggap diri  memiliki  nilai aritmetika seratus lalu aku akan mengalikannya dengan angka nol dan silahkan temukan sendiri hasilnya pada alat penghitung kalian, tidak bernilai apa-apa.

Terkadang dari mereka ada yang menghujat dan mencercaku dengan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dilemparkan ke mukanya sendiri. Ada juga yang menertawakanku layaknya sedang menyaksikan opera van java atau lawakan lainnya, sebuah tontonan yang tidak menghibur dan pertunjukkan yang tidak bermutu.

Marah emosi pasti, tunggu aku akan mengumpulkan kekuatan untuk menampar kalian dengan sekeras-kerasnya. Kalian harus tahu aku ini lahir dari kepulauan tukang besi berkarakter keras memiliki kaki dan lengan yang kuat. Telah ditempa pada ganasnya samudera dan kerasnya hidup di rimba raya menjadikanku manusia tangguh.

Sebelum musim ini sebenar-benarnya berakhir aku harus mengangkat suatu piala kemenangan. Kemenangan yang akan membungkam mulut besar mereka agar tertutup serapat-rapatnya. Lalu akan aku rayakan dengan  secangkir kopi diatas puncak gunung sana, kali ini berdua-dua denganmu bersama wanita titipan Tuhan. Kemudian kita akan tertawa sekeras-kerasnya dan terbahak-bahaknya sebagai bentuk perayaan kemenangan diantara sekian ceremoni lainnya. Percaya saja,-



May 17, 2012

Mengagumi Ibnu Batutah, Sang Petualang Muslim

Berbicara tentang dunia petualangan sosok yang seharusnya menginspirasi adalah Ibnu Batutah. Tokoh muslim asal Maroko yang lahir tahun 1304 M dan suka melakukan pengembaraan ke berbagai penjuru dunia. Dianggap sebagai pelopor penjelajah abad 14 yang belum tertandingi. Sekalipun ada Marcopolo dan Colombus yang juga melakukan penjelajahan dunia, namun masih tidak sebanding dengan Ibnu Batutah terutama dalam kuantitas perjalanan. Karenanya dijuluki dengan sebutan pengembara muslim. 

Ibnu Batutah memilik hobi mengunjungi negara di dunia untuk saling mengenal manusia dengan berbagai latar belakang dan budaya. Penjelajahan beliau untuk pertama kali diawali dengan menunaikan ibadah haji. Saat itu, ia masih sangat muda dan berusia 21 tahun. Berawal dari negaranya melewati ratusan kilometer menyusuri gurun yang gersang dan ganas. Pada masa itu juga  tantangan dan rintangan yang harus dihadapinya yaitu perompak-perompak yang bisa mengancam keselamatan jiwanya.

Aku termasuk seorang yang mengagumi Ibnu Batutah bisa jadi karena sehoby denganku. Mengembara dan berpetualang bertahun-tahun pada masanya adalah hal yang luar biasa. Setidaknya semangat dan jiwa pengembaraanya akan menjadi motivasi buat kita semua. Hasil dari sebuah petualangan dan penjelajahan adalah pengetahuan yang tidak akan pernah kita jumpai dibangku pendidikan formal.

Untuk kita yang masih muda ini seharusnya bisa dan punya waktu untuk berpetualang. Masa muda adalah masa untuk kita berjalan, berpetualang sejauh-jauhnya keberbagai tempat serta berkarya. Mengenal lebih banyak wajah-wajah yang baru dan belajar dari peradaban mereka. Bukannya menghabiskan dan membuang-buang waktu untuk perkara wanita. Berpetualang akan mengajarkan kita bahwa diujung dan belahan bumi lainnya ada hal baru dan kondisinya belum kita jumpai sebelumnya.

Namun yang harus diingat berpetualang bukan hanya perkara naik gunung saja, masih banyak yang lainnya. Itu saja...


May 14, 2012

Seduhan dan Cerita Secangkir Kopi-ku

Ilustrasi : dok pribadi

Secangkir kopi hitam hangat baru saja kuseduh, ini tegukan ketiga untuk gelas ketiga pula pada hari ini.  Kuletakkan disamping laptop merk Campac sambil memutar lagu rock lawas. Membuka word lalu jari jemariku beradu padu diatas tools keyboard ingin menulis cerita tentang secangkir kopi yang kenikmatan rasanya masih mengendap pada ingatan-ingatanku. Seperti ampas kopi yang selalu tertinggal didasar gelas.

Kopi telah menjadi candu buatku melampaui batas kenikmatan ekstasi. Empat hingga lima gelas perhari lalu jantungku berpacu lebih kencang atau bagai senyum manis gadis berjilbab orange bulan lalu (semacam doping) yang mampu meracuni pikiranku hingga tidak bisa tidur semalaman. Pernah ada yang menegurku, jangan terlalu mengkonsumsi kopi nanti cepat tua. Entahlah, mungkin aku telah menjadi seorang kaffeinis..

Awal perkenalan dengan secangkir kopi, akupun sendiri lupa mencatatnya. Seingatku jaman sekolah dulu tidak ada yang mengesankan dari masa kuliah sekarang. Hari-hari akrab dengan secangkir partikel atau zat hitam bernama kopi. Ada sebuah pengalaman menyeruput kopi yang rasa nikmatnya masih membekas dalam memoriku. Saat mendaki puncak sulawesi, gunung rantemario. Nyaris terhempas badai dan cuaca ekstrim latimojong sepanjang perjalanan adalah kenangan yang terkubur dalam pendakianku untuk menginjakkan kaki di atap sulawesi kala itu.

Namun hal yang paling mengesankan ketika sampai di kaki gunung, Dusun Karangan yaitu menyeduh kopi hitam hasil racikan anak gadis Pak Mellu yang rumahnya kami jadikan sebagai basecamp. Segala rasa capek terasa hilang semuanya. Sekejap tubuh menghangat mengalahkan rasa dingin. Kenikmatan rasa  kopi asli Karangan ini menurut hematku, rasanya belum pernah dijumpai pada warung-warung kopi di sudut-sudut kota Makassar. Sungguh nikmat, aromanya memikat, luar biasa dan segala bentuk ungkapan rasa kekaguman yang terwakili saat itu.

Bisa jadi racikannya pas dan sesuai formula matematis pada batas angka terkoreksi. Atau mungkin karena tempatnya yang berhawa dingin. Aku lupa menanyakan rahasianya. Jika ada waktu kesana lagi akan kupesan kopi asli Karangan itu, lalu menyeduhnya di atas awan puncak sulawesi tentunya akan menghasilkan sensasi yang berbeda, kabut akan datang menghampiriku. Yang pasti menyeruput kopi diatas gunung sana sensasi dan kenikmatannya berbeda jauh dari pada diwarung kopi meskipun nongkrong sambil online.

Tentang secangkir kopi. Para filosof-filosof barat sering bertemu di warung-warung kopi dalam suatu forum dan berdiskusi hingga menghasilkan suatu karya besar untuk peradaban dunia. Dikamar kostan dulu, secangkir kopi bersama kita kamu dan kalian bisa menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Secangkir kopi adalah kenangan, kebersamaan dan kopi juga sebagai lahirnya ide-ide sebuah karya. Tegukan terakhir kopiku telah menyudahi tulisan ini.

Untuk kawan-kawan, selamat menyeduh kopinya,-

Kamar Kostan, menulis sambil menyeruput kopi hitam paling pekat sejagat

May 11, 2012

Lintas Gunung Lompobattang & Bawakaraeng (Bagian Dua)

13366622931131371463
Titik Triangulasi Gn. Bawakaraeng
Puncak Lompobattang
Perjalanan dari teras 9 menuju triangulasi puncak gunung Lompobattang sekitar 20 menit dan berjarak sekitar 500 meter. Sebelum mendapati puncak kita harus melewati batu besar setinggi lima meter dengan sudut kemiringan sekitar 90 derajat dimana samping kiri kanan adalah jurang menganga dengan kedalaman puluhan meter yang siap menerkam jika terjatuh. 

Pemandangan dari Pos 10 sangat indah. Berdiri disalah satu tiang langit Sulawesi, mata kita akan disuguhkan dengan hamparan berbukit-bukit dan hutan-hutan yang masih alami. Mengabadikannya dalam bentuk gambar tentu saja hal yang tidak bisa kita lewatkan. 

Percabangan jalur Menuju Lembah Kharisma
Dari puncak Lompobattang menuju percabangan, jalur yang dilewati berupa punggungan bukit dengan kondisi medan terbuka berupa tanah dan batu-batuan. Sepanjang jalan banyak dijumpai Bunga Edelweis yang sedang bermekaran. Jarak yang ditempuh sekitar 2o menit.

13366423581287107298
Orientasi Peta

Dari sini kita dapat melihat suatu areal datar seluas lapangan sepakbola ditengah-tengah hutan, sungguh aneh bukan? Namanya adalah Pasaranjaya (pasar setan). Konon menurut cerita yang beredar jika bermalam disana maka sepanjang malam kita akan mendengar suara orang yang ribut seakan-akan seperti dipasar. Namun jalur yang akan kami lewati adalah tidak melalui tempat tersebut.

1336643054273943123
Jalur menurun, tampak juga Pasar anjaya

Dipercabangan tersebut kami melakukan orientasi peta terlebih dahulu untuk mengetahui dan mengambil titiknya serta menyesuaikan dengan rencana jalur yang telah kami buat di peta. Setelah yakin, perjalanan kami lanjutkan dengan mengambil arah berbelok kekanan. Medan menurun harus kami lewati sambil sekali-kali harus teliti memilih jalur yang sudah mulai tertutup.

Jalur yang terjal dan vegetasi berupa rotan yang berduri serta pohon yang tumbang memaksa kami beberapa kali harus merayap untuk melewatinya. Hari semakin sore disertai hujan yang mengguyur kami dan berada ditengah-tengah hutan tertutup membuat suasana semakin gelap.

Disini kami harus berpisah dengan dua orang kawan yang berjalan duluan didepan. Ketika mendapat sungai, kami berempat mulai curiga seharusnya kedua kawan tersebut pasti menunggu kami disini karena kondisi mulai gelap. Ketakutanku mereka bergeser melewati Pasaranjaya. Tapi untunglah kami bertemu kembali setelah saya dan seorang kawanku menyusulnya. 

CAMP KEDUA
Hujan semakin deras, kami putuskan mendirikan tenda dan malam ini camp kedua disekitar sungai berareal datar. Badan yang mulai menggigil segera kami hangatkan dengan masuk kedalam tenda dan menikmati air hangat lagi-lagi buatan dua orang gadis tangguh bersama kami. 

13366439021266003051

Sungai di dekat lokasi camp

1336661605399339150
Jamur Beracun

Lembah Kharisma-Puncak Bawakaraeng
Sebenarnya target untuk camp kedua adalah di Lembah Kharisma namun karena kemalaman akhirnya diputuskan bermalam disekitar sungai tersebut. Dari Lokasi camp kedua ke Lembah Kharisma adalah sekitar 20 menit. Vegetasinya masih berupa rotan yang berduri dan pohon-pohon besar. 

Lembah Kharisma merupakan nama lokasi dimana para pendaki yang akan melintas biasa bercamp karena berupa bidang datar dan terdapat sumber air. Jika tidak salah, jalur ini pertama kali ditemukan oleh KPA Kharisma Makassar. Dari sini menuju Puncak Bawakaraeng dibutuhkan waktu sehari lagi dengan melakukan trekking serta melewati punggungan-punggungan perbukitan dengan jalur yang sangat terjal, samping kiri dan kanan adalah jurang yang sangat dalam. 

Setelah melewati pos 13, 12, dan 11 Gunung Bawakaraeng barulah kami sampai dititik Triangulasi (Pos 10). Dari sini tampak Gunung Lompobattang disebelahnya. Pemandangan saat senja di puncak Bawakaraeng sungguh sangat indah. Bukan hanya kami saja yang menikmatinya, beberapa orang pendaki yang kami temui juga tidak melewatkan momen tersebut. Setelah camp semalam lagi di pos sepuluh bawakaraeng besok paginya kami telah sampai di Dusun Lembanna, kaki gunung Bawakaraeng. Bermalam dibasecamp, ke-esokannya harinya kembali ke Makassar dengan segudang pengalaman dan cerita menarik.

May 08, 2012

Lintas Gunung Lompobattang & Bawakaraeng (Bagian Satu)


13365808891709551988
Gunung Lompobattang dari Kejauhan

Gunung Lompobattang dan Bawakaraaeng berada di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Gunung yang masing-masing memiliki ketinggian 2878 dan 2829 mdpl (meter dari permukaan laut). Kedua gunung ini memiliki cerita mistik dan merupakan tempat favorit para pendaki di Sulawesi Selatan.

Untuk mendakinya sekaligus (lintas alam dua gunung) diperlukan stamina yang cukup, mengingat lama pendakian sekitar empat hingga lima hari serta medan yang curam dan kondisi cuaca yang kadang tidak bersahabat. Maka dari itu kebanyakan orang hanya mendaki salah satunya saja dibanding melintasi keduanya. Kami berenam : saya sendiri, Tope, Murham, Jasman dan dua orang wanita tangguh (Hartil dan Jannah) akan melintas kedua gunung tersebut sekaligus melakukan pendataan.

Untuk menuju titik awal pendakian, dimulai dari kampus Unhas Makassar ke terminal Mallengkeri dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum sampai ke pertigaan jalan di Lembang Bu’ne. Kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Base Camp Parambintolo, lokasi ini kurang lebih setengah jam perjalanan.

BASE CAMP GUNUNG LOMPOBATTANG
Base Camp Parambintolo terletak di dusun Lembang Bu’ne, kelurahan Cikoro’ kecamatan Tompobulu, kab. Gowa. Daerah ini merupakan dusun terakhir yang terletak di kaki gunung Lompobattang dan biasanya dilalui para pendaki gunung sebagai jalur pendakian menuju gunung Lompobattang.
BaseCamp Parambintolo adalah rumah kepala dusun (Tata Juma’) sekaligus orangtua kami. Sudah lumayan lama rumahnya kami jadikan sebagai basecamp dikaki gunung lompobattang (Base camp Sar Unhas Makassar). Disarankan jika ada yang ingin mendaki lompobattang sebaiknya meminta izin terlebih dahulu kepada kepala dusun.

CAMP PERTAMA (Pos 9)
Setelah bermalam di basecamp, esok paginya berpamitan kepada Tata lalu berdo’a dan melanjutkan perjalanan dengan tujuan camp di teras pos Sembilan. Dari rumah pak dusun menuju pos 1 kita masih melewati jalan pengerasan lalu belok kiri sekitar duaratus meteran sebelum tiba di sungai pos pertama (1520 mdpl). 

Kemudian perjalanan di lanjutkan ke pos 2 (1873 mdpl). Vegetasi yang dominan berupa lumut, tanaman paku-pakuan dan belukar. Pos dua berupa sumber air dan sungai terakhir sebelum pos Sembilan. Disini, kami putuskan untuk istrahat sejenak dan makan siang. 

Sebelum melanjutkan perjalanan disarankan untuk mengisi botol-botol yang kosong dan membawa air yang cukup sebelum mendapati sumber air terakhir atau sebagai persiapan jika tidak sampai bermalam di pos Sembilan. Jarak tempuh menuju Pos 3 sekitar 460 meter dengan waktu tempuh sekitar 29 menit. Keadaan alam pos tiga (2063 mdpl) cukup tertutup karena semak belukar yang rimbun. 

Dari pos 3 melewati pos empat, lima, enam hingga pos 7, jalur yang kita lewati masih menanjak dan trekking. Untuk mencapai pos tujuh (2696 mdpl) membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam lebih. Bisa dijadikan area camp karena lokasi agak luas dan datar, namun dipos ini tidak terdapat sumber air, kondisi medan berupa tanah dan bebatuan.

Di pos tujuh kami rehat sejenak sambil melengkapi data-data yang diperoleh sepanjang pos-pos yang dilewati sebelumnya serta melakukan orientasi peta. Selanjutnya Menuju pos delapan sekitar 20 menit. Elevasi pos 8 (2702 mdpl) kondisinya sangat terbuka, kita pun bisa menikmati pemandangan alam dan kontur-kontur hutan pegunungan Lompobattang. 

Sekitar jam 03.40 waktu lompobattang akhirnya kami sampai di pos 9 (2759 mdpl) berupa teras yang bisa menampung hingga empat tenda. Segera mendirikan tenda lalu menikmati seduhan kopi hangat hasil racikan dua orang gadis yang ikut dalam perjalanan lintas ini. 

Semua rasa capek seharian terbalas dengan pemandangan matahari terbenam berwarna jingga dan awan bergelombang dan tampak pula gunung-gunung berjejeran membentuk lukisan alam yang sangat indah, sungguh pemandangan yang luar biasa. Dari Lokasi camp kita sudah bisa melihat puncak (Pos X) dari balik tebing-tebing batu di pos 9 ini. Maka dari itu jika ada yang melakukan pendakian ke Gunung Lompobattang ini pasti memilih lokasi camp di pos sembilan ini.

1336582074924225806

Senja di Pos Sembilan

Pada malam hari kita bisa menikmati kelap kelip lampu perkotaan seperti Kabupaten Bantaeng dari kejauhan. Angin semakin kencang dan suhu pada Thermometer menunjuk angka 9 derajat Celsius seakan mengisyaratkan bahwa kami harus masuk ke dalam tenda untuk segera beristirahat dan mengumpulkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan esok harinya. 

13365825671307107810

Lokasi Camp Pos Sembilan

# Bersambung…

TERPOPULER BULAN INI