July 05, 2020

Pengalaman Menerima Bantuan Corona

SEMINGGU lalu seorang teman menelpon dan meminta saya bersiap-siap hari itu juga agar bersama-sama pergi menerima bantuan. Saya jadi bertanya-tanya bantuan apa?. Tiba-tiba saya teringat jika empat bulan lalu orang di dinas pariwisata wakatobi pernah mendata mereka yang bekerja di sektor pariwisata untuk diajukan sebagai penerima bantuan corona terkhusus untuk pelaku pariwisata. Saya merasa termasuk didalamnya serta berapa teman yang berkecimpung di dunia jasa antar tamu (baca : selam) sekitar Pulau Tomia. Rasanya sah-sah saja.

Jadi bantuan yang saya terima hari itu adalah berupa 5 kg beras, 2 x 100 gr abon tuna dan 100 gr sambal goreng. Barangkali ini adalah bentuk cinta atau katakanlah kepedulian pemerintah untuk industry pariwisata. Oh iya! Hampir lupa mengatakan terima kasih untuk Kemenparekraf atas perhatiannya yang amat luar biasa ini. Sekali lagi terimakasih atas beras dan abon tunanya.

Sebagaimana kita semua ketahui jika virus corona berdampak bagi semua aspek kehidupan berbangsa kita entah itu sosial, budaya, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya. Serta yang pasti sektor pariwisata mendapat pukulan amat telak yang terkena imbasnya. Satu sektor yang menjadi andalan pemasukan bagi devisa negara. Lihatlah betapa banyaknya yang menggantungkan hidup kepada lini ini. Dengan tidak menafikan bahwa saya juga adalah bagian dari itu.

Saya sering melihat celoteh seorang teman di media social facebook tentang bagaimana virus ini merenggut pekerjaannya. Sebagai pemandu selam tentunya sudah tak ada lagi orang yang berwisata, orang-orang dipaksa untuk lebih banyak berdiam diri di rumah dan membatasi interaksi sosialnya. Otomatis ia kehilangan pendapatan terlebih lagi dia harus membayar cicilan perumahan yang diambilnya. Ia mengatakan sedang mengalami masa-masa sulit, imbuhnya. Ini hanya satu potret kecil saja yang saya rekam dari curhatan seorang teman. 

Cerita lainnya. Di Pulau Tomia yang mana sebagai pusat penyelaman-wisata bawah laut terbaik di wakatobi, saya melihat para karyawan yang bekerja di satu company resort besar di rumahkan. Begitu juga dengan saya dan beberapa teman dive operator lokal yang sering mengantar tamu-tamu untuk diving, ada juga pemilik penginapan & home stay, pemilik kapal yang biasa mengantar untuk diving adalah pelaku pariwisata yang berdampak akibat virus ini. Benar geliat pariwisata hari ini sedang mati suri atau berhenti khususnya wakatobi dan barangkali juga sama halnya dengan daerah lain. 

Namun saya melihat ada oase serta secercah harapan yang muncul dengan adanya era new normal ini. Sebuah pola tatanan hidup baru dengan aturan yang harus dipatuhi.  Kita tidak mesti berdiam diri selamanya toh keadaan ini tidak menentu hingga sampai kapan berhenti. Harapan kita semua semoga dunia pariwisata kembali bergairah secara perlahan-lahan hingga tumbuh berkembang lagi. Kedepan moga orang-orang akan kembali lagi menjalankan aktifitasnya seperti melakukan perjalanan dengan tidak dibayangi ketakutan berlebihan.

***

Oh iya! Ada hal yang menggelitik saya mengenai bantuan corona ini. Di tetangga dekat rumah, saya tak habis pikir bagaimana bisa orang yang sudah meninggal bertahun lalu masih terdaftar dan diberikan bantuan. Entah bagaimana pagawai kita dipemerintahan sana mengolah data kependudukan warganya, apakah tidak pernah di update atau diperbaharui. Sekali lagi saya tidak paham. Benar-benar tidak paham.

Hal lain. Saya juga melihat bagaimana senangnya orang-orang di tetangga rumah yang menerima bantuan sosial akibat corona ini karena sudah mendapat sejumlah uang, beras hingga mie instan. Ada yang mengatakan “sudah menjalani hidup berpuluh tahun jika bukan karena corona kita tidak akan mendapat bantuan dari pemerintah walau hanya sekarung beras”. Lainnya ada yang bilang dengan nada canda ‘’jika bantuan lancar begini, kita terima uang dan beras serta mie instan, sebaiknya corona berlanjut terus”. Saya hanya geleng-geleng kepala tanda terheran-heran mendengar hal tersebut.

Barangkali itu hanya ekspresi beberapa warga yang menerima bantuan dampak korona, entah itu berlebihan atau tidak. Namun saya berharap jika kondisi ini lekas berlalu. Kita tidak boleh terus menerus mengharapkan bantuan. Kita semua harus tetap produktif dan kembali berusaha menatap kedepan. Tentu sisi lain dari korona adalah memberikan kita hikmah, tergantung bagaimana menangkap & mengelolanya. Saya kagum pada berapa teman yang mencoba peruntukan dengan menjadi vlogger dadakan dengan menyajikan konten-konten yang menarik. Ada juga yang memilih berjualan kecil-kecilan asal halal bukan!

Kalau saya malah memilih bertani dan mencangkul halaman kosong disekitar rumah. Menanaminya umbi-umbian serta sayur-sayuran. Saya juga malahan sibuk menikmati menyiram tanaman di pekarangan rumah tiap pagi. Dan yang tak terlupa sebagai orang yang hidup dan tinggal di tepi pantai adalah sibuk menjadi nelayan. Memanah ikan (baca : spearfishing) di malam hari, saya bebas memilih dan memakan ikan sesuai selera yang saya inginkan. Tidak melaut artinya tidak makan ikan, terlebih saya tidak boleh berharap lebih bahwa pemerintah akan memberikan abon setiap harinya atau bahkan perbulannya.

- 6 juli 2020. Penanda musim dingin di laut sudah datang namun kita harus tetap melaut agar tetap makan ikan.

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

TERPOPULER BULAN INI