October 09, 2013

Melihat Lebih Dekat Peti-peti mati di Tebing Batu Kete’Kesu, Tana Toraja


“Dalam bahasa yang  tidak saya mengerti, syair-syair lagu toraja mengalun pelan memenuhi ruangan dalam bus saat melaju melintasi beberapa kabupaten. Romantis mungkin, sembilan jam perjalanan Makassar-Toraja”

Diantara tongkonan di Kete'kesu (foto : Ayub R.)
Menyambangi bumi Lakipadada adalah mimpi lama yang kini telah terwujud. Ada kekaguman dalam diri akan keunikan daerah ini. Saya memperhatikan bangunan-bangunannya kebanyakan berbentuk tongkonan sebagai ciri khas rumah tradisional Toraja. Sebagai seorang pejalan, barangkali mengunjungi Tana Toraja adalah suatu keharusan untuk melihat keindahan lain bumi Indonesia, bertemu wajah-wajah yang baru, kebudayaan serta bahasanya. Kita tak seharusnya kalah dengan wisatawan mancanegara yang banyak berkunjung kesana dan itu banyak saya lihat dan jumpai.

Secara administrasi Toraja teletak pada propinsi Sulawesi Selatan dan terbagi dua yakni, kabupaten Tana toraja dengan ibukota Makale dan Kabupaten Toraja Utara beribu kota di Rantepao. Ketika melewati Kabupaten Enrekang bus yang kami tumpangi terlebih dahulu akan memasuki Kabupaten Tana toraja. Nah, di kota Makale ini terdapat kolam yang luas ditengah-tengahnya berdiri replika patung Lakipadada, ia dahulu adalah seorang pejuang/bangsawan yang amat melegenda. 

Salib raksasa nampak dari kejauhan (foto Ayub. R.)
Selanjutnya barulah memasuki Toraja Utara di kota Rentepao. Disinilah saya dan beberapa teman selama empat hari berada untuk suatu kegiatan. Pada salah satu sudut kotanya tepat dipertigaan jalan adapula patung Tedong Bonga bersama seorang anak kecil sebagai penggembalanya. Tedong sangat erat kaitannya dengan kebudayaan tana toraja. Tedong biasanya akan disembelih pada saat perayaan upacara kematian. Harga untuk seekor tedong bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Fasilitas-fasilitas umum kota rantepao, kantor pemerintahan semua bangunannya adalah bercirikan tongkonan. Disatu bukit kota Rantepao dibuat salib dengan ukuran raksasa dan dari beberapa penuturan teman saya, inilah salib yang terbesar di dunia. Dan salib itu terlihat jelas dari kejauhan diketinggian.

Sebagai seorang muslim ada suka duka saat berkunjung ke Toraja yakni mencari warung makan halal. Tapi tak perlu khawatir dan ragu karena di Kota Rantepao banyak terdapat rumah makan muslim. Juga terdapat mesjid tetapi uniknya arsitekturnya terdapat tongkonan tepat pada bagian depannya. Disekitar mesjid ini terdapat pula sekolah untuk mewadahi pendidikan warga muslim. Ini menandakan Toraja begitu toleran terhadap kehidupan antar beragama.

Kuburan di tebing Kete'kesu (foto Ayub. R.)
Selama berada di Toraja, satu hari  saya menyempatkan waktu mengunjungi kuburan batu di Kete’Kesu. Akan sangat merugi jika tidak sama sekali mengenal dan melihat keunikan-keunikan tersendiri dari Toraja. Kete’Kesu merupakan salah satu diantara tempat lain dari kuburan mayat orang Toraja. Setelah melewati proses ritual/upacara pemakaman Rambu Solok barulah akan dibawa kesini, mayat-mayat itu akan dikubur bersama petinya dengan cara ditempatkan diatas batu pada tebing yang tinggi dengan cara melubanginya. Saya atau kita bisa membanyangkan betapa sukarnya melubangi batu di tebing itu. Dalam lubang itu akan ditempati peti-peti mayat untuk tiap satu keluarga.

Peti dalam gua Kete'kesu (foto Farul H.)
Adapula yang disimpan dalam gua. Untuk masuk dan melihat, mensusuri peti-peti dalam gua tersebut kita cukup membayar jasa pengantar dengan tarif Rp20 ribu dengan sekali antar. Mereka adalah beberapa orang anak kecil memandu dengan penerangan senternya. Selain saya, ada cukup banyak pengunjung yang hendak melihat peti-peti dalam gua tadi. Penuturan anak kecil tadi, terakhir  kali pada lima bulan yang lalu  mayat dalam peti dibawa ke tebing Kete’kesu ini.

Saya melihat banyak tulang belulang di sekitar kuburan batu ini, dibawah tebing Kete’kesu. Beberapa peti nampak sudah mulai lapuk dan rusak. Diantara peti-peti itu ada yang berbentuk kepala kerbau tapi adapula yang menyerupai bentuk kepala babi. Beberapa orang termasuk saya menyempatkan mengabadikan gambar bersama tulang-belulang dan peti-peti tadi. Diantara peti-peti dari kuburan itu, ada yang hanya ditempatkan dibawah tebing dengan membuatkannya bangunan rumah beton yang berukuran kecil.

Peti mati menyerupai kepala babi (foto Farul H.)
Peti mati menyerupai kepala kerbau (foto Farul H.)
Sebelum memasuki kawasan wisata kuburan batu tebing kete’kesu terlebih dahulu kita akan menjumpai banyak tongkonan yang saling berhadapan satu sama lain. Pada bagian depan tongkonan itu tersusun banyak tanduk tedong/kerbau. Di dalam tongkonan dijadikan sebagai tempat menyimpan hasil-hasil pertanian seperti padi. Disekitar kawasan ini, Ada banyak penjual yang menjajakan cendera mata khas toraja misalnya sarung hitam toraja, baju-baju bermotif tongkonan, parang toraja, replika berukuran kecil dari tongkonan atau lainnya yang kesemuanya dipatok dengan harga tertentu. Dan sayapun membeli baju khas toraja untuk oleh-oleh dibawa pulang.

Dikarenakan ada hal lain yang tak bisa ditinggalkan, waktu satu hari untuk mengunjungi tempat-tempat unik di Toraja sangatlah tidak cukup dalam mengetahui lebih banyak kebudayaan ataupun adat istiadatnya. Tapi catatan saya, toraja adalah daerah yang begitu unik, pun penduduknya  begitu ramah terhadap pendatang termasuk kepada saya. Berdasarkan info yang saya dapat pada kisaran bulan november-desember-januari biasa akan diadakan pesta rakyat toraja dan pada saat itu pengunjung baik dalam negeri atau wisatawan luar akan banyak berdatangan menyaksikan pesta itu.

Masih banyak tempat yang belum saya lihat dan untuk diketahui ceritanya historisnya. Maka, saya merencanakan akan kembali mengunjungi daerah ini, Toraja dengan keunikan-keunikannya tersendiri. Foto-foto dalam artikel ini oleh kawan pejalan. 

- Catatan jalan, awal oktober 2013.

kunjungi tulisan yang sama di :

2 comments:

TERPOPULER BULAN INI