March 23, 2013

Mengunjungi Ramma Valley

Di pinggir sebuah danau kecil ini, menghangatkan tubuh dengan meneguk kopi buatanmu dan nikmat menghisap asap tembakau yang menyatu dengan kabut sore itu adalah salah satu puncak-puncak kebahagiaan buat saya. 
- Ramma Valley, 17 maret 2013

Danau kecil di Lembah Ramma (foto : Arifah Prasyad)
Akhir pekan lalu, tepatnya pada pertengahan bulan maret saya mendaki ke Lembah Ramma, Gunung Bawakaraeng. Makassar saat itu sedang asyik-asyiknya dibasahi hujan hampir setiap harinya. Alhasil, dan beberapa temanpun menyarankan saya untuk jangan dulu mendaki. tunggu hujan mereda dulu, begitu kata mereka. Sungguh mereka begitu mencintai dan perhatiannya pada saya. Terima kasihku pada kalian, tapi berdoa'alah agar semesta begitu mengizinkan perjalanan ini.

Barangkali semesta alam telah mengetahuinya, selain mereka orang-orang terdekat saya bahwa telah genap setahun lebih saya tidak bertemu dengan yang tinggi-tinggi. Kali ini adalah jawaban dari kerinduan-rindu saya pada gunung dan segala hal yang damai juga indah disana. Sekali lagi, ucapan terimakasihku padamu dan kalian telah mengajak saya. Tapi ini agak sedikit mendadak buat saya. Tak mengapa, tapi selamatlah kita semua hingga pulang membawa cerita-cerita untuk dikabarkan.

Masih seperti dua tahun lalu. Lembah Ramma selalu membius mata-mata yang melihatnya dari Tallung kemudian mengabadikannya dalam bentuk gambar. Sejuta kabut akan menghampiri kita, patahan longsoran Gunung Bawakaraeng adalah maha karya lukisan alam yang tak ada taranya. Hamparan awan putih akan menggulung-gulung semacam kapas halus. Suara alam, gemercik-gemercik air sungai pada malam hari adalah nyayian malam penutup tidur dalam tenda, begitu damai. Perihal-perihal tersebut selalu menjadikan tempat ini ramai dikunjungi pendaki atau penikmat alam pada setiap akhir pekannya.

Tentang pagi dan kopi (foto : Arifah Prasyad)
Terlepas dari segala hal yang indah di atas suatu permasalahan akan dijumpai saat mendaki atau sepanjang perjalanan menuju Lembah Ramma. Yakni sampah-sampah dengan mudahnya akan kita dapati pada beberapa tempat persingggahan. Tak mengenakkan mata, sungguh ironis memang. Saya tak perlu atau bahkan tidak berhak menyalahkan juga menuduh siapa-siapa di catatan saya ini.

Tentang perjalanan yang singkat juga mendadak ini.  Menyambangi Lembah Ramma. Jika boleh berkata, ini bukan bagian dari rencana saya. Teman sayalah yang membujuk untuk saya ikut. Benar saja, dia pun masih pemula untuk aktifitas seperti ini. Ya, saya sempat mengkhawatirkannya jikalau terjadi apa-apa. Namun, pada akhirnya tidak ada yang perlu di khawatirkan juga. Selamat untuknya bisa menikmati, merasakan dan mampu membunuh malam-malam yang dingin juga menusuk tulang di gunung sana. Selamat dari saya!

Bersama kawan-kawan (foto : Arifah Prasyad)
Hujan rintik-rintik mengiringi langkah tapak kaki perjalanan kita melewati setiap inchi perinchi kontur karvak ini. Mendirikan tenda di suatu pinggir danau, saling menyapa dan melemparkan senyum dengan pendaki lainnya. Menikmati perjamuan makan malam hasil masakanmu sangatlah begitu lezat. Menawarkanku secangkir kopi lalu saya menyeruput habis semuanya. Bagi saya, semua itu begitu romantis dan sekiranya kita perlu mengenangnya. Atas peristiwa seperti ini pikiran saya sering bermemori setiap mendaki gunung. Percayalah.

Terimakasih atas kopinya, saya amat begitu menyukainya. 

*) Tulisan yang kacau.

4 comments:

  1. Wahh.. menarik!

    saya ada rencana ke makassar tahun depan dan punya rencana hiking di lompobattang atau bawakaraeng..

    ReplyDelete
  2. mbak endah : sekalian saja keduanya mendakinya, lintas lompobattang-bawakaraeng. atau infokan saja jika hendak mau ke makassar.

    ReplyDelete
  3. Asyik and mantap...!!!memiliki pengalaman seperti ini. kapan aku bisa ke sana bersama kalian. Akan menjadi sebuah tantangan tersendiri buat aku melakikan hal tersebut.

    ReplyDelete
  4. kita cari waktu saja, kapan tepatnya

    ReplyDelete

TERPOPULER BULAN INI