Pagi dan sore selalu diselimuti kabut |
Menurutku, desa leppangeng hampir mirip dengan Lembanna dikaki Gunung Bawakaraeng dan kampung Parambintolo dikaki Gunung Lompobattang. Setiap hari kami menikmati kabut yang keluar dari lembah-lembah gunung. Rumah yang kami tempati biasanya akan tertutupi kabut. Suhu pada malam hari lumayan dingin. Disini banyak terdapat air terjun dengan pemandangan yang sangat menarik.
Tak banyak yang bisa kami lakukan dikarenakan kondisi geografis desa leppangeng. Membangun jembatan yang menghubungkan antara dusun, memperbaiki adisminstrasi desa serta memperbaiki Turbin sebagai sumber listrik adalah diantara sekian program-program lainnya yang kami lakukan. Hal ini cukup dirasakan manfaatnya oleh warga.
Kondisi lain dari desa ini belum bisa menikmati makna pembangunan sepenuhnya. Sarana dan prasarana jalan menuju ke desa tersebut kurang mendapat perhatian pemerintah setempat. Untuk mengakses ke beberapa dusun di desa itu, warga harus menempuh perjalanan kaki berjam-jam. Kalaupun ada motor sewaan (ojek), warga harus mengeluarkan isi dompet puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Itu belum termasuk sewa barang yang mereka bawa. Misalnya saja, warga yang hendak menjual cengkeh atau membeli beras dari kota, warga harus mengeluarkan biaya Rp1.000 per liter.
Kondisi kehidupan masyarakat setempat masih miskin. Hal itu berbanding terbalik dengan potensi sumber daya alam di daerah tersebut. Betapa tidak, daerah itu kaya akan pertanian cengkih, kakao, kopi, gula merah, rotan, dan damar. Warga berharap, pemerintah Sidrap lebih memberikan perhatian untuk membangun jalan di desa itu. Ini dimaksudkan guna melancarkan aktivitas perekonomian warga.
”Kuingin kembali lagi, mungkin suatu hari nanti untuk bersilaturahim ke sana. Menikmati kabut pagi sambil menyeduh kopi hangat di beranda rumah rumah pak desa”