Zule di Puncak Mt. Rinjani |
Kini ia tinggal di tengah belantara beton-beton Jakarta, jantung negara yang sesak nan penat. Saya tak menyangka ditengah rutinitas kesehariannya sebagai masyarakat kota yang serba sibuk, Zule sering menyempatkan diri mendaki berapa gunung di Jawa. Itu diluar dugaan saya. Sebab saya masih ingat jelas bagaimana ia tertatih-tatih menapaki jalur sepanjang gunung perut buncit (sebutan lain lompobattang) serta jalur menuju gunung mulut dewa (bawakaraeng). Saat itu saya berfikir, pengalaman pertama naik gunung akan membuatnya tamat lalu tak berani lagi untuk mengangkat kerel lalu naik gunung yang kedua kalinya. Rupanya semua anggapan saya salah.
Beberapa kali ia memberitahu saya tentang hasratnya mendaki gunung di daerah jawa. Maka sehabis mencumbu titik-titik ketinggian tersebut dia akan memberikan saya ole-ole berupa gambar yang diabadikannya. Semisal saat dia turun dari atapnya pulau jawa yakni Gunung Semeru atau saat sepulang dari Gunung Gede atau juga dari beberapa tempat lainnya.
Dan yang terakhir, ia berapa hari lalu menyambangi singgasana Dewi Anjani di puncak Rinjani. Jika tak salah saya pernah punya keinginan ke gunung tersebut. Mengapa ! karena Rinjani merupakan surganya gunung-gunung di Indonesia. Vegetasinya amat variatif serta pemandangan alam gunung ini sungguh tiada Tara. Banyak orang mengatakan bahwa Rinjani serupa hotel bintang lima. Maka barangkali tak berlebihan jika saya merasa senang sekali melihat sahabat saya itu telah menginjakkan tapak kakinya ditempat itu.
Saya melihat bara semangat yang menyala-nyala di dadanya. Saya melihat keberanian di matanya. Saya juga melihat ia tak sekedar menikmati alam semata namun juga menyerap hikmah setiap kali percumbuan dengan semesta tersebut. Semisal mengagumi dan mensyukuri sang pencipta. Serta aktifitas naik gunung memberikan pelajaran seberapa kecil dan rapuhnya manusia ketika diperhadapkan dengan alam. Dan yang tak terlupa bahwa naik gunung serupa meditasi.
***
Sahabat saya, zule telah jatuh cinta pada gunung. Mungkin benar adanya perkataan : “naik gunung itu serupa menjelajahi tubuh perempuan”. Sebab kini sahabat saya itu telah keasyikan dan kecanduan pada ketinggian juga kabut abadi nan romantis. Pada harum bau tanah yang sehabis dibasahi hujan seenaknya. Pun pada suara merdu sungainya. Saya rasa ia menemukan kenikmatan, kedamaian dan sentosa ketika tengah berada di alam bebas. Barangkali dia tak bisa menafikan hal itu, iya kan?Saya teringat ucapannya berapa hari yang lalu :
‘’selanjutnya saya mau ke gunung kerinci di sumatera, tapi kali ini bersama kamu''.
Demikian dia berujar kepada saya.
Yah! semoga semesta selalu berpihak kepada kita sekalian. Semoga semesta senantiasa memeluk mimpi-mimpi kita, juga menjaga api semangat kita. Dan jangan berhenti naik gunung. Avignam*).
- Menikmati mei bersama rindu ngopi diatas gunung, 05/05/2016