March 31, 2014

Memungut Pesan Islami Film Vertical Limit

Kareem Ketika Shalat. Film Vertical Limit. (dok. google)


Vertical Limit merupakan film lama yang entah ke berapa kalinya saya tonton. Layaknya film bernuansa petualangan selalu saja menyuguhkan aksi penuh mendebarkan adrenalin, tak terkecuali vertical limit. Hari ini, kembali saya putar lalu menontonnya dengan tujuan sekedar membasahi rasa dahaga kerinduan akan dunia pendakian naik gunung. Jika manifestasi jiwamu adalah petualang maka akan ada satu waktu dalam dirimu tak mampu meredam rindu atas hal itu. Selalu ada sugesti yang membawamu pada kelengang-an liar serta damainya suasana belantara sana.

Jujur saja, saya selalu menyukai film-film yang mengisahkan pengembaraan. Sebab melalui film tersebut seseorang dapat belajar banyak hal diantaranya survival yang kelak berguna baginya. Bahwa survive adalah kondisi yang menuntut nalar agar tetap bekerja normal pada lingkungan yang tak bersahabat. Pelajaran tentang teori bertahan hidup serta gemar mempraktekkannya akan sangat membatu jika nantinya mendapati situasi yang kritis.

Film ini di publikasikan pada tahun 2000 dengan mengambil setting tempat di K2, Karakoram Mountain Range, Pakistan. K2 merupakan puncak tertinggi kedua di dunia dan terkenal akan keganasan alamnya. Vertical limit menggambarkan upaya search and rescue di tengah bayang-bayang situasi yang ekstrim. Pencarian dan penyelamatan dilakukan terhadap tiga orang pendaki yang terjebak dalam suatu lubang di K2 sebagai zona mati di atas batas vertikal, dimana daya tahan tubuh seseorang tak dapat bertahan lama. Operasi rescue menuntut kecepatan dan personil yang kompeten untuk melakukannya.

Faktor eksternal merupakan bahaya terbesar yang mengintai hingga merenggut nyawa pendaki dalam film ini. Vertical limit seakan ingin menyampaikan pesan bahwa pendakian membutuhkan manajemen yang baik serta tak kalah pentingnya pengetahuan akan medan sebagai faktor penentu berhasil tidaknya suatu pendakian. Juga pelajaran lainnya, segemar apapun seseorang mendaki gunung tetap saja ia tak bisa melawan kuasa semesta. Manusia masih terlalu lemah ketika di perhadapkan dengan alam.

Lewat film vertical limit, kita bisa memungut pesan cinta dan keteguhan hati kepada keyakinan. Bentuk penghambaan Kareem kepada penciptanya ditunjukan dalam film ini dengan tak melalaikan ibadah, ia tetap mendirikan shalat di K2 dan menengadahkan doa ke langit. Karem sebagai bagian tim pencari adalah muslim Pakistan yang memegang teguh keyakinannya. Sungguh seorang pendaki yang memelihara kecintaannya pada Pencipta semesta lewat sujud dimanapun berada tak terkecuali di tempat seganas K2. Suatu sikap religius yang layak ditiru oleh khalayak ramai utamanya pendaki di indonesia, tentunya.

Sebuah sisi lain dari film pendakian gunung. Vertical Limit menebarkan benih pesan islami tentang penghambaan kepada Sang Maha Pencipta bahwa bisa dilakukan dimana saja bahkan sekalipun tengah berada di atas gunung dengan cuaca yang dingin. Secara fasih Kareem melafazkan surat al-ikhlas dalam ritual sholatnya. Tiba-tiba saya tercengang dengan perbincangan Kareem kepada temannya Malcom "semua orang akan mati. tetapi Allah berfirman apa yang kita lakukan sebelum kita mati yang di perhitungkan"

Menjaring inspirasi setelah kesekian kalinya menonton ulang film Vertical Limit. (01/april/2014)

March 29, 2014

Tentang Laptop & Secangkir Partikel Pekat

Bahwa secangkir partikel pekat akan selalu menjadi senyawa yang membangun jembatan imaji. Lalu memproduksinya dalam word di laptop.. Ah, seruput.

Antara Kopi Hitam & Secangkir Teh

Setiap kali menyeduh teh hangat, kenikmatan selalu kutemukan di awal. Ketika mulai dingin perlahan rasa nikmatnya turut berkurang. Beda dengan kopi hitam, semenjak mulai di aduk hingga dingin kutemukan kenikmatan yang semakin menjadi-jadi. Oh, klimaks!!

Namun, terpujilah para petani kopi dan teh atas hasil pertanianmu. Pencipta Semesta Maha Baik atas limpahan karuniaNya.

Menjadi Pendaki Gunung Yang Bijak. Mari Membawa Sampah Turun!


"Mestinya pendaki  gunung selalu memegang teguh ungkapan : dilarang membunuh apapun selain waktu, dilarang mengambil apapun selain gambar, dilarang meninggalkan apapun selain jejak kaki"

Bumi Indonesia adalah surga keindahan. Pemilik Alam Semesta menganugerahkan hamparan belantara nan hijau, sungai bergemercik merdu, lautan biru dengan pasir putih dan eksotika bawah lautnya, amat kaya akan gua-gua karst serta dipenuhi dengan gunung-gunung yang menjulang. Kesemuanya itu untuk dinikmati dan dimanfaatkan namun yang lebih penting harus dijaga kelestariannya untuk kehidupan yang lebih seimbang. Sebab bentuk kewajiban manusia sebagai penghuni jagat adalah menjaga anugerah titipan Tuhan tersebut.

Beberapa tahun terakhir ini, dunia petualangan di tanah air amat  di gandrungi oleh khalayak ramai. Hal ini juga didukung dengan menjamurnya toko outdoor yang menjajakan berbagai macam perlengkapan petualangan. Begitupun dengan film-film yang mengangkat keindahan alam dan lingkungan nusantara yang kaya raya. Lalu mereka ingin menikmati dan melihat surga keindahan yang dimiliki oleh bumi pertiwi ini. Ada yang menyimpan obsesi-obsesi di dadanya serta hasrat yang menggebu-gebu akan hal itu. Barangkali juga benar ungkapan dengan mengunjungi semua tempat dan melihatnya secara dekat maka akan menumbuhkan kecintaan seseorang akan Indonesia. Maka nasionalisme akan terus tumbuh dan tersemai di jiwa orang tersebut.

Namun seiring dengan hal itu, permasalahan pun muncul dimana lingkungan mulanya asri kini menjadi terganggu termasuk terusiknya kehidupan makhluk hidup yang mendiami wilayah-wilayah yang di datangi. Hamparan gunung di Indonesia adalah tempat yang paling di sukai oleh banyak orang sebab di puncak sana seseorang akan menemukan kekaguman yang luar biasa akan maha karya agung sang pencipta semesta. Puncak gunung menyuguhkan keindahan juga seseorang akan menjumpai kabut keabadian dan tiupan anginnya adalah nyayian kebebasan.

Hal yang patut disayangkan sebagai akibat dari aktifitas pendakian gunung yakni semakin gampangnya sampah dijumpai di atas gunung sana. Pada bagian jalur pendakian dan tempat yang biasa dijadikan  camp tenda-tenda para pendaki  maka disitu pula  dengan mudah akan diketemukan sampah-sampah yang menumpuk dan bertebaran. Sungguh pemandangan yang tak elok dan tak mengenakkan bagi pasangan mata yang memandangnya.

Pos 9 G. Bawakaraeng, Sulsel (dok. pribadi)
Hari ini sahabat blogger bisa melihat apa yang terjadi dengan kondisi kekinian wajah gunung di Indonesia, misal Gunung Bawakaraeng sebagai tempat favorit para penikmat alam di wilayah Sulawesi Selatan. Gunung yang juga dikeramatkan oleh penduduk setempat, kini wajahnya tak elok lagi sebab sampah dengan gampang bisa didapati pada sepanjang jalur pendakian terlebih pada lokasi tempat persinggahan atau biasa para pendaki menamakannya pos. Mulai dari beragam warna sampah plastik, puntung rokok, bungkusan mie instant dan kopi, berbagai macam kaleng atau botol hingga sisa tali yang masih menggantung di pohon. Berbagai merek produk yang di bawa para pendaki akan di jumpai di gunung sana. Yah, tentunya itu merupakan sampah yang lupa dibawa turun oleh pemiliknya.

Barangkali tak hanya gunung di bagian Sulawesi Selatan saja. Di daerah lain Indonesia juga sampah telah menjadi masalah yang utama bagi lingkungan dan perlu mendapatkan perhatian serta penanganan serius bagi siapa saja terlebih hal ini harus di sematkan kepada para pendaki gunung. Karena hanya merekalah yang melakukan aktifitas petualangan di atas gunung. Contoh lain yang bisa dilihat adalah sampah juga menjadi permasalahan serius di gunung Semeru, Jawa Timur. Gunung Semeru merupakan atap tertinggi Pulau Jawa yang menyuguhkan pemandangan amat indah sehingga wajar saja menjadi destinasi wajib bagi setiap orang untuk berbondong-bondong menjejakkan kaki disana. Termasuk sebagian jumlah gunung yang sering dijamah oleh manusia/pendaki maka sampah akan bertebaran disana.

Tumpukan sampah di Ranukumbolo G. Semeru  (wisatagunug.com)
Tak bisa dinafikan bahwa sampah telah menjadi masalah yang mengotori keindahan kawasan pegunungan di Indonesia. Semakin banyak orang yang mendaki gunung maka volume sampah akan bertambah pula. Selain menyebabkan lingkungan menjadi kotor, dampak lain dari sampah adalah akan merusak struktur tanah karena susah hancur secara alami.  Sampah akan sulit terurai oleh mikroorganisme dalam tanah hingga memerlukan waktu 240 tahun lamanya. Merupakan jenjang waktu yang amat lama, bukan?

Bukan hanya itu saja ada hal lain yang mengotori keindahan alam gunung di Indonesia yaitu adanya aksi vandalisme menuliskan nama seseorang dengan mencoret-coreti batang pohon atau batuan menggunakan cat atau belati. Entah bermaksud mengatakan kepada semua orang bahwa ia pernah kesitu lalu melukiskan namanya. Jika batang pohon dan batuan tersebut bisa mengeluarkan suara pastinya akan merintih kesakitan lalu mengadu pada Penguasa Alam Raya ini. Sungguh, suatu aksi yang tak peduli terhadap keindahan dan pelestarian lingkungan terlebih aksi itu harus memetik tumbuhan langka yang hidup di gunung seperti bunga abadi, Edelweis.  Alangkah baiknya jika bentuk kekaguman seperti itu di tuliskan dalam catatan perjalanan atau dalam bentuk puisi bahwa kita pernah menjejakkan kaki di tempat itu.

Masalah-masalah yang ditimbulkan dari aktifitas petualangan adalah tak semuanya dilakukan oleh mayoritas pendaki gunung namun hanya segelintir oknum yang tak bertanggung jawab. Kepada mereka yang tak mengindahkan kelestarian lingkungan akan semena-mena membuang sampahnya di atas gunung atau bagi tangan-tangan jahil yang melakukan aksi vandalismelah yang mengotori keindahan alam. Dan hanya pada pribadi yang memiliki kesadaran di palung terdalam hatinya akan membawa pulang sampah makanan yang telah ia bawa. Maka layaklah disematkan kepadanya sebagai pendaki yang bijak. Baginyalah disebut pejuang kebersihan.

Jika setiap jiwa memiliki kesadaran yang tinggi terhadap lingkungan bersih dan lestari maka semestinya berapapun bungkusan ransum yang dibawa selama kegiatan petualangan harus pula dibawa pulang dengan jumlah yang sama. Dalam hal serta jenis petualangan apapun, kesadaran terhadap pelestarian lingkungan adalah utama agar kehidupan makhluk hidup terus berjalan seimbang. Dimanapun berada masalah sampah haruslah dimulai dari diri pribadi seseorang, rumahnya barulah lingkungan yang lebih luas lagi. Bukankah keindahan serta kebersihan selalu melahirkan sesuatu yang menyehatkan. 

Tak ada yang terlambat untuk upaya pelestarian lingkungan. Maka mulai hari ini kepada setiap orang yang melakukan pendakian marilah menanamkan dalam dirinya akan pentingnya kesadaran lingkungan. Ketika mendaki gunung wajib membawa pulang sampah sendiri serta alangkah mulianya memungut sampah yang juga ditinggalkan oleh orang lain. Serta saling menegur dengan tutur kata yang sopan ketika mendapati orang yang acuh tak acuh membuang sampah sembarangan misalkan puntung rokok, bungkusan makanan atau lainnya. Bukankah seorang pendaki gunung adalah mereka yang menamakan dirinya pecinta alam. Sudah sepatutnya sikap yang dilakukannya mencerminkan dirinya cinta alam dan menghargai lingkungan.

Ramainya pendakian ke gunung harus tetap memperhatikan faktor kelestarian lingkungan yang seimbang serta tak mengotori.  Menumbuh semaikan kesadaran di hati setiap pendaki adalah modal paling utamanya. Selanjutnya upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga alam dan meminimalisir pencemaran lingkungan di gunung adalah menetapkan aturan yang tegas terhadap pentingnya lingkungan yang lestari. Bagi setiap yang melanggar maka harus di beri ganjaran yang tegas sebagai efek jera serta proses pembelajaran bagi yang lainnya. Pihak pengelola kawasan wisata pegunungan di Indonesia bisa mencontoh apa yang diterapkan di Gunung Everest, Tibet.

Tabung pendaki di Gunung Everest sumber http://uniqpost.com
Sebagai gunung tertinggi di dunia Everest, Himalaya menghasilkan sampah rata-rata 50 ton per tahun. Sampah tersebut didominasi sampah tabung oksigen, alat mendaki, tenda, bungkus makanan, bahkan kotoran manusia. Sampah ini dihasilkan tak lain oleh pendaki yang ingin menaklukan Gunung Everest. Untuk menjaga kebersihannya maka para pendaki harus menandatangani peraturan berupa perjanjian plus deposito 2.500 poundsterling agar tidak membuang sampah di puncak gunung. Sumber http://uniqpost.com/

Sejujurnya aturan seperti di atas pernah diterapkan oleh pengelola di beberapa kawasan gunung di Indonesia misalkan saja dengan membatasi jumlah pendaki serta memeriksa jumlah barang bawaan para pendaki dengan tujuan dapat membawanya turun dengan jumlah yang sama banyaknya. Namun hal ini tidaklah efektif serta pihak pengelola selalu kewalahan. Apalagi sebagian gunung di Indonesia tak memiliki petugas khusus untuk mengecek barang para pendaki. Lihat saja kian hari sampah terus   bertambah volumenya, sungguh miris.

Maka kesadaran adalah hal yang paling utama dalam upaya pelestarin lingkungan. Menanamkan sejak dini pelajaran akan pentingnya lingkungan mulai dari TK, SD, SMP, lalu SMA hingga akhirnya akan memanen generasi dengan pribadi yang peduli terhadap alam dan lingkungan yang telah memberi kita kehidupan. Akhirnya, bumi akan tetap lestari.

Pejuang kebersihan (http://www.belantaraindonesia.org/)
***
Apresiasi yang tinggi harus diberikan kepada WWF Indonesia sebagai LSM konservasi alam terbesar dan tertua di Indonesia yang telah memulai kegiatannya sejak tahun 1962. Hingga saat ini, masih tetap konsisten memperjuangkan pentingnya lingkungan bagi kehidupan serta segala upanya pelestariannya. Tentu hal ini sepatutnya diberikan dukungan oleh setiap orang sebab masalah lingkungan adalah tanggung jawab manusia sebagai penghuni jagat. Penghargaan juga harus diberikan kepada blogdetik.com sebagai blog keroyokan terbesar di Indonesia yang terus mendukung upaya mengkampayekan pelestarian lingkungan.

Untuk turut andil dalam kegiatan ini, sebagai seorang pendaki dan blogger, saya ikut pula berkontribusi mengabarkan dan mengkampayekannya melalui tulisan di halaman blog sebagai upaya  meminimalisir volume sampah di gunung sana. Setidaknya saya sering mengajarkan kepada rekan-rekan di komunitas tempat saya menyalurkan kegiatan naik gunung bahwa tiap kali mendaki maka harus pula membawa pulang sampah tersebut. Semoga hal ini adalah satu langka nyata dalam mendukung upaya pelestarian lingkungan yang sejalan dengan tujuan dan perjuangan WWF Indonesia.


Jika upaya pelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab setiap orang terlebih oleh para penguasa sebagai pengambil kebijakan. Semestinya pengelolaan sumber daya alam harus tetap memperhitungkan faktor lingkungan yang berimbang untuk kehidupan generasi selanjutnya. Harusnya tak ada penebangan dan perambahan hutan yang berlebihan atau pembakaran hutan yang tiap tahunnya selalu terjadi. Maka sebuah ungkapan dan pesan  kepada para pemimpin di negeri ini : "Jika ikan terakhir telah ditangkap dan pohon terakhir telah ditebang, manusia akan sadar bahwa uang tidak bisa dimakan".

Tulisan ini disertakan dalam kampanye #ingatlingkungan bersama WWF & blogdetik.com

- Makassar, 30 Maret 2014

March 19, 2014

Tulisan sebagai Harta Mewah Seorang Pejalan

... hakikat perjalanan adalah untuk berbagi dan menebarkan benih inspirasi.

Mencatat hasil perjalanan adalah bukti kenangan sebab sebagai media perekam segala jejak apa yang di rasa,  terlihat atau hal yang tertangkap oleh indera mata. Seorang pejalan memiliki kesan serta pengalaman yang berbeda-beda terhadap segala yang terjadi selama perjalanannya. Begitu pula saat menuangkannya ke dalam suatu tulisan dengan sudut pandang dan perspektif yang beda.

Lewat tulisan seseorang dapat menebarkan pesan-pesan inspiratif kepada mereka yang  membacanya karena tidak semua orang memiliki waktu dan kemampuan untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat terpencil. Melalui tulisan seorang pejalan dapat mengabarkan tentang kondisi suatu daerah lalu mengetuk sisi-sisi kemanusiaan orang banyak. Dengan perjalanan seseorang bisa belajar tentang hidup akan segala keramahan, kesederhanaan serta segala kearifan suatu daerah yang disambangi. Maka membaginya lewat tulisan adalah bagian dari menebar benih kebaikan untuk menyemainya dikemudian hari.

Menurut saya, menuliskan catatan jalan adalah kemewahan seorang pejalan sebab sebagai perpustakaan yang akan berguna bagi orang lain. Ada banyak hal yang tak diketahui oleh orang-orang maka lewat perjalanan seseorang dapat merasakan dan menyelami langsung hal-hal baru itu. Barangkali juga benar kata Seno Gumira Ajidarma bahwa “Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa-suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang".

Ada banyak pengalaman yang berkesan di hati namun tak semuanya dapat disimpan dalam memory kepala. Terlampau banyak pengembaraan seseorang tapi sungguh disayangkan ia tak bisa menceritakannya kepada yang lain. Seseorang hanya akan mengatakan saya pernah menginjakan kaki disini atau disana tapi tanpa bukti tulisan yang bisa dibagi. Maka dengan menuliskannya adalah bukti yang akan merekam semua yang pernah terjadi dan dilalui oleh telapak-telapak kaki seseorang. Menulis perjalanan akan memberitahukan kemajemukan negeri terberkahi ini lalu menanamkan dalam-dalam untuk mencintainya.

Saya percaya dengan melakukan perjalanan dan menuliskannya adalah bentuk tabungan untuk hari esok yang kelak akan menjadi hadiah bagi anak saya nantinya. Bukankah kata Pramoedya Ananta Toer, menulis adalah bekerja untuk keabadian?

Hingga hari ini saya masih menantikan satu tulisan perjalanan yang pernah saya lakukan. Tulisan tersebut akan dicetak oleh sebuah penerbit besar di negeri ini. Saya tak sabar lagi ingin menemukan dan membacanya kembali pada halaman di sebuah buku beserta karya para penulis lainnya. Yah, tak ada yang sia-sia dengan perjalanan kemudian menuliskannya..

March 13, 2014

Menemukan Kekayaan Terpendam Pulau Tomia dalam Film "Sanctum"

Sanctum (foto google)

Sanctum merupakan film bernuansa petualangan yang mengisahkan penelusuran gua bawah air yang terletak di Papua Nugini yaitu Gua Espiritu Esa Ala, sebuah lubang besar yang memiliki kedalaman vertical amat dalam hingga menembus dan berakhir di lautan. Film ini terilhami dari kisah nyata dalam melakukan explorasi penyelaman sebuah gua bawah laut dimana nyaris saja membunuh cavernya Andrew Wight, penulis scenario film ini.

Sanctum berkisah mengenai perjalanan yang dilakukan pasangan Carl Hurley (Ioan Gruffudd) dan Victoria (Alice Parkinson) ke Papua Nugini untuk menjelajahi situs gua bawah laut bersama Frank McGuire (Richard Roxburgh), seorang penyelam profesional, dan anaknya, Josh (Rhys Wakefield). Frank telah terlebih dahulu mempersiapkan gua bawah laut tersebut untuk dijelajahi oleh Carl dan Victoria. Frank akan membawa mereka masuk dalam sebuah petualangan yang tidak akan mereka lupakan seumur hidup mereka.

Sebagai seorang yang menyukai petualangan, pastinya film ini sangat menarik dan layak ditonton. Menyuguhkan kisah yang mendebarkan serta penuh konflik antar para cavernya. Lewat film ini juga mengabarkan begitu indahnya pemandangan dalam gua. Endingnya, musibah besar menimpa expedisi ini, mendadak cuaca memburuk hingga gua tersebut seketika mengalami longsor dan menutup akses jalan menuju permukaan. Dari sekian cavernya hanya satu oranglah yang bisa selamat setelah menemukan jalan yang menembus lautan.

Sanctum (foto google)

Namun bagi saya, beberapa catatan yang menarik dipetik dan menginspirasi bagi para pecinta petualangan yakni faktor ketenangan sebagai hal berharga yang akan menyelamatkan dalam kondisi  menuntut survival. Ketergesah-gesahan hanya akan membawa diri pada situasi yang tidak menguntungkan diri sendiri hingga merugikan seluruh tim, impacknya membahayakan jiwa atau hilangnya nyawa.

Setelah menonton film ini secara berulang-ulang, saya kemudian melihat hal lain yaitu menemukan gua berair sebagai kekayaan terpendam Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi. ya ! Tomia  adalah kampung halaman saya tepatnya berada di ujung tenggara pulau sulawesi. Oleh wisatawan atau para backpacker selama ini hanya mengenalnya dengan surga bawah lautnya, pasir putihnya, kulinernya atau kearifan lokalnya saja. Namun lewat film ini mengisyaratkan bahwa gua berair merupakan tempat yang menarik dan menantang untuk dijelajahi sebab menuntut keahlian khusus bagi siapa saja yang ingin menikmatinya.

Di Pulau Tomia terdapat banyak gua-gua berair yang masih belum di eksplorasi dan di petakan hingga hari ini. Misalkan saja Henda'opa, Te'e 'Dondo, Te'e Moai, Te'e Wali, serta masih banyak lainnya yang belum di data. Saat masa kecil dulu, saya sering mengunjungi gua-gua tersebut untuk sekedar mandi-mandi walau saat itu  hanya dengan bermodalkan penerangan seadanya. Gua berair ini memiliki mulut yang cukup lebar dengan airnya yang jernih namun terasa hambar. Jaraknya berdekatan dengan laut hingga saya meyakini gua-gua berair ini akan bermuara ke lautan seperti gua Espiritu Esa Ala pada film sanctum yang barangkali kedalamannya tak akan sama.

Indonesia merupakan negara dengan bentangan karst yang luas 15,4 juta ha yang hampir tersebar menyeluruh di wilayah Indonesia (data Bappenas : 2003). Wakatobi termasuk dalam salah satunya, berikut datanya dikutip dari http://alamendah.org/2012/05/10/kawasan-karst-indonesia-potensi-dan-ancaman/
  • Naga Umbang Lhok Nga (Aceh)
  • Bahorok (Sumatera Utara)
  • Payakumbuh (Sumatera Barat)
  • Baturaja, Bukit Barisan (Sumatera Selatan)
  • Sengayau (Merangin, Jambi)
  • Sawarna (Lebak, Banten)
  • Sukabumi Selatan (Jawa Barat)
  • Karst Citatah-Rajamandala (Bandung Barat, Jabar)
  • Pangkalan (Karawang, Jawa Barat)
  • Cibinong-Ciampea-Cigudeg (Bogor, Jabar)
  • Pangandaran-Green Canyon (Ciamis, Jabar)
  • Gombong (Kebumen, Jateng)
  • Pegunungan Kapur Utara (Pati, Jateng – Lamongan, Jatim)
  • Pegunungan Kendeng (Grobogan, Jateng – Jombang, Jatim)
  • Pegunungan Sewu (Yogyakarta dan Wonogiri, Jateng – Tulungagung, Jatim)
  • Sampang (Madura)
  • Pegunungan Schwaner (Kalimantan Barat)
  • Sangkulirang-Mangkalihat (Kalimantan Timur)
  • Pegunungan Muller (Kalimantan Tengah)
  • Pegunungan Meratus (Kalimantan Selatan)
  • Tenggarong (Kalimantan Timur)
  • Taman Nasional Manupeu Tanah Daru (Sumba, NTT)
  • Maros-Pangkep (Sulawesi Selatan)
  • Wowaselea (Sulawesi Tenggara)
  • Pulau Muna (Sulawesi Tenggara)
  • Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi, Sulawesi Tenggara)
  • Pulau Seram (Maluku)
  • Pulau Halmahera (Maluku Utara)
  • Fakfak (Papua Barat)
  • Pegunungan Lengguru (Kaimana, Papua Barat)
  • Biak dan Lorentz (Papua)

Te'e Wali  di Pulau Tomia (foto wego.co.id)

Jika gua berair merupakan kekayaan terpendam yang juga dimiliki oleh pulau tomia. Namun, hingga hari ini pemerintah daerah belum menjadikan penyelaman gua berair sebagai hal yang menarik  untuk dijadikan spot wisata yang kelak akan menguji adrenalin para petualang untuk merasakan sensasi liar di kegelapan gua-gua berair pulau Tomia. Pihak  terkait belumlah menganggap gua berair sebagai sesuatu yang akan mendatangkan pendapatan bagi ekonomi daerah. Penguasa setempat juga belum melakukan pendataan atau eksplorasi terhadap kekayaan daerahnya sendiri seperti yang telah dilakukan oleh daerah lainnya hingga terkenal akan karstnya/guanya. Padahal karst memiliki manfaat dan potensi sebagai wisata alam, budaya dan ilmiah. Potensi lainnya sebagai daerah tangkapan dan resapan air.

Pulau Tomia atau daerah lain di gugusan kepulauan wakatobi bukan hanya diberkahi kekayaan akan bawah laut semata tetapi juga dipenuhi gua-gua berair yang perlu di eksplorasi/di petakan dan dijaga kelestariannya. yah, surga itu bisa diketemukan di kegelapan gua-gua berair tak mesti di bawah laut Pulau Tomia. Ah, saya bangga akan kekayaan alam tanah leluhur ini. Tuhan Maha Baik.

TERPOPULER BULAN INI