February 23, 2014

Lupa Baca Dimana

Jangan membuang-buang waktumu mengurus perkara hati lalu melalaikan kesempatan untuk berpetualangan melihat segala keragaman keindahan, budaya, adat-istiadat, bahasa, wajah-wajah baru serta menyelami kehidupan suatu daerah dari dekat. Semoga dapat mengais inspirasi lewat semua itu.

Kopi Hitam & Perempuan Anggun di Burung Besi Garuda

 
Ilustrasi. Foto Google

Lemparan senyum yang merekah dari wajah para perempuan anggun itu serta menyeruput partikel pekat di atas burung besi garuda adalah satu lembaran kisah kenikmatan saat perjalanan menyambangi Tanah Papua Barat.

JANUARI lalu, tepat pada awal penanggalannya saya menyambangi bumi mutiara hitam.  Sungguh perjalanan yang amat mengagumkan saat menginjakan kaki di tanah papua yang tersohor di seantro jagat akan sejuta keunikan budaya dan surga keindahan alamnya itu. Ada banyak orang yang ingin melihat dari dekat segala kekhasan bumi terbekahi ini termasuk saya sendiri. Suatu keberuntungan menghampiri saya sehingga bisa ke sana secara gratis dengan perkataan lain ada yang membiayai mengingat perjalanan ke papua tergolong serba mahal. Ya, selalu saja ada kejutan-kejutan tak terduga dari pemilik semesta ketika seorang hamba memiliki niat untuk melihat kemajemukan ciptaan-Nya ini.

Setiap perjalanan selalu menyimpan beragam kisah. Berbeda dari perjalanan-perjalanan sebelumnya yang selalu menggunakan transportasi darat. Atau telah menjadi kebiasaan ketika hendak pulang kampung ke kepulauan Wakatobi adalah menantang diri untuk melakukan perjalanan laut dengan memakai jasa kapal laut. Sensasi yang didapatkan yakni menikmati suara angin dan ayunan ombak serta deru mesin kapal yang saling beradu padu seolah menjadi nyanyian penghibur bagi penumpangnya. Saya menyebutnya itulah seni yang diperdendangkan jika menaiki kapal laut.

Namun, kali ini ada cerita tersendiri saat mengunjungi papua yakni terbang menggunakan burung besi Garuda dan menikmati segala fasilitas yang tak saya ketemukan dalam perjalanan sebelumnya. Ada yang berbeda dari maskapai atau moda transportasi lainnya. Tentu ada kesan terpuaskan atau sebaliknya, bukan?

Sudah menjadi pemandangan dan hal lumrah di dalam pesawat dimana penumpang akan dilayani dan diperhatikan oleh para pramugari anggun dengan tutur kata halus serta sopan. Ketika memasuki pesawat akan langsung disambut dengan sapaan senyum merekah di wajah ayu pramugarinya. Barangkali itu adalah kewajiban bagi para pramugari terhadap penumpang yang menggunakan jasa maskapai tersebut. Maka tak salah jika ekspektasi saya terlampau berlebihan kepada maskapai garuda ini mengingat pada beberapa tahun sebelumnya saya pernah menggunakan penerbangan udara namun tidak mendapati  pelayanan berlebihan seperti ini. Garuda adalah maskapai kebanggaan bangsa Indonesia maka pelayanannya pun selayaknya yang terbaik.

Ilustrasi. Foto Google

Tibalah saatnya ketika para perempuan anggun tersebut menyajikan makanan kepada para penumpang. Menunya adalah nasi goreng serta ikan masak yang masih terasa panas. Entahlah, apakah makanan tersebut baru di goreng ataukah telah disimpan di tempat pemanas sebelumnya, saya lupa menanyakan kepada pramugari yang melayani waktu itu. Yang pasti garuda menyuguhkan cita rasa makanan keindonesiaan. Selanjutnya saya di tawarkan juga berbagai macam jenis minuman namun ketika saya menanyakan apakah  tersedia juga kopi hitam,  lalu sang pramugari tersebut mengiyakan maka pilihan saya langsung jatuh pada kopi hitam sebab sayalah seorang penikmat akut yang mencandunya.

Suatu  momentum langka bisa menyeruput partikel pekat di luar angkasa sana dimana hanya dikelilingi oleh gulungan awan nan tipis dan melihat hijaunya hutan dan birunya lautan negeri ini. Tentu sensasinya pun berbeda dari warung kopi yang pernah saya singgahi selama ini. Terlebih lagi yang menyajikannya adalah seorang perempuan anggun dengan senyum serta tutur kata tertata rapi. Sungguh melengkapi cerita perjalanan kali ini hingga beberapa kali guncangan yang dialami pesawat seolah tak begitu terasa.

Bagi saya setiap perjalanan dan tempat yang disambangi ada bagian kisah menarik untuk selalu dikabarkan terkadang orang tak menyadarinya saja. Bukankah tujuan menjelajah adalah untuk membagi. Dan pada bagian kali ini menikmati kopi merupakan sisi menarik yang saya lakukan. Rasa pahit amat terasa di lidah, rupanya pramugari berwajah ayu tersebut menyuguhkan saya kopi pekat tanpa gula. Seakan-akan ia ingin mengatakan bahwa secangkir kopi mengajarkan segala sesuatu ada pahit juga nikmat yang keduanya adalah berkah. Dari perjumpaan dengan pramugari itu saya juga mendapat pelajaran bahwa senyum akan selalu melahirkan keindahan dan mencipta suasana ketenangan, senyum juga mampu membawa pesan-pesan kedamaian. Serta layaknya kopi, senyum akan menularkan suplemen penguat bagi yang menikmatinya. Ah, namun yang pasti saya menyukai racikan kopi hitam perempuan anggun yang lupa saya tanyakan namanya tersebut ..

***
Diantara tegukan-tegukan gelas kopi hitam itu saya lalu merenungi diam-diam, semoga kelak bisa merasakan kenikmatan bernilai sama di atas burung besi garuda yang akan membawa saya terbang melintasi laut biru Wakatobi kemudian mendarat di kampung halaman yaitu Bandara Maranggo Tomia Kab. Wakatobi. Dalam perenungan itu saya juga berharap agar tak lagi diperuntukan untuk kepentingan pihak asing saja akan tetapi dirasakan juga oleh warga lokal pemilik tanah moyang mereka yakni warga pulau tomia. Ah, saya hanya berharap entahlah sampai kapan!!!

Catatan seorang kafeinis. Makassar, 24/02/2014 

Baca juga tulisan : 

February 17, 2014

Extrim. Tapi Saya Ingin Melakukan Olahraga Berbahaya Ini

Ilustrasi : foto gilasport.com

Selain olahraga naik gunung yang saya gemari. Hingga hari ini olahraga yang ingin saya lakukan dan telah terpatri menjadi cita-cita adalah bungee jumping. Melompat dari atas tebing atau jembatan pada ketinggian tertentu menuju laut atau sungai di bawahnya. Dimana kaki hanya di ikat dengan seutas tali sebagai pengamannya. Maka saya bisa membayangkan sensasi yang di dapatkan, adrenalin akan dipacu lebih cepat serta jantung akan memompa darah amat kencang dari biasanya.

Bungee jumping merupakan olahraga sangat ekstrim di dunia. Asal olahraga ini dari Selandia Baru yang biasa dilakukan oleh Suku Maori sebagai ritual untuk menguji nyali dan keberanian para pemudanya yang telah dewasa. Layaknya para pemuda tersebut saya pun ingin menguji batas keberanian saya dengan menantang adrenalin dengan bungee jumping. Ya, semoga suatu waktu bisa melakukan olahraga ektrim ini. Semoga semesta menghendaki!

February 12, 2014

Foto Jadul : Nostalgia Zaman Sma

Saya bersama sahabat lama (Foto jadul)

Foto di atas, saya menemukannya secara tak sengaja  pada tumpukan file-file lama dalam komputer pc, nyaris telah berdebu. Gambar tersebut merupakan kenangan pada masa dunia putih abu-abu yang masih dipenuhi wajah keluguan dan kepolosan. Mereka yang bersama saya dalam foto tersebut adalah sahabat terbaik yang pernah diciptakan oleh perjalanan waktu yakni kala zaman sma dahulu. Merekalah yang mewarnai hari-hari dalam bingkai kebersamaan dengan segala canda tawa pun suka duka yang tercipta hingga tiga tahun berlalu penuh makna. Setidaknya saat itu persahabatan mengajarkan saya tentang kekuatan yang harus saling melengkapi. Juga memberikan pelajaran luhur kepada saya tentang segala kehebatan-kehebatannya. 

Ini adalah foto langka. Karena di kampung pada kala itu belumlah ada kamera digital atau handphone yang dibekali kamera berkampuan mumpuni layaknya ada seperti hari ini. Foto tersebut merupakan hasil dari jepretan kamera poket yang masih terbatas dalam menghasilkan jumlah foto. Maka dari itu saya hanya memiliki satu gambar saja sedang yang lainnya telah menjadi koleksi masing-masing sahabat saya tersebut. 

Di belakang sekolah dikampung saya terdapat pantai dengan pasir putihnya juga terdapat batu-batuan karang tajam disekitarnya. Ya, benar adanya tempat dimana saya bersekolah tersebut cukup berdekatan dengan pantai. Disanalah kami berfoto pada saat jam/bel istirahat berlangsung. Sekali lagi foto ini adalah langka, betapa tidak arsip aslinya telah dimakan rayap. Tapi untunglah saya masih menyempatkan men-scannya terlebih dahulu lalu menyimpannya dalam sebuah file. Selain langka, foto tersebut juga bernilai berharga bagi saya sebab sebagai media perekam jejak persahabatan yang akan selalu dikenang ketika melihatnya kembali.

Gambar ini adalah satu bukti ikatan persahabatan diantara kami yang masih kuat tertanam di dada. Segala kisah dan kenangan masih tersimpan rapi dalam memori kepala dan tak akan pernah terkikis oleh perubahan zaman. Bahwa persahabatan sejati tidak akan pernah mati kerena  kisah-kisah tentangnya  akan selalu hidup dan sejarah akan selalu membicarakannya setidaknya anak cucu kelak.

Hormat saya kepada mereka yang ada di gambar ini. Sehat-sehatlah dimanapun berada, sukses dan bahagialah senantiasa menaungi. Semesta berpihak kepada kita dimanapun karvak dipijak, semoga!

- Makassar, 13/02/2014


February 11, 2014

Desa-desa di Kaki Gunung. Menikmati Berkah dan Masalah-masalahnya

Ilistrasi : Dusun Karangan Kaki Gunung Latimojong (dok. pribadi)


Transportasi & jalanan menuju kaki Gunung Latimojong
Desa-desa di kaki gunung dikaruniai tanah yang begitu subur. Hasil-hasil pertaniah melimpah ruah tumbuh dari lereng gunungnya. Sayur mayur dan segala jenis buah-buahan segar akan dipasok ke daerah perkotaan untuk pemenuhan kebutuhan hidup empat sehat lima sempurna bagi masyarakatnya. Desa di kaki gunung seolah tak mengenal musim karena selalu menyediakan hasil alam seperti di atas. Sungguh gunung dan lerengnya menyimpan berjuta kekayaan bagi penghidupan manusia. Termasuk air bersih yang begitu penting untuk kebutuhan keseharian makhluk hidup.

Kawasan pegunungan juga merupakan tempat favorit wisata bagi masyarakat kota dalam melepaskan kepenatan rutinitas keseharian mereka. Alamnya yang asri dan hijau serta hawa sejuk pegunungan adalah pemandangan langka dan bernilai mahal bagi orang kota.  Tak  mengherankan jika pada setiap akhir pekan daerah yang menawarkan panorama pegunungan akan selalu ramai pengunjung.   

Masyarakat disekitar kaki gunung menjadikan pertanian sebagai mata pencarian utama mereka. Atau meraup penghasilan dengan memanfaatkan panorama keindahan sebagai peluang yang menguntungkan misalkan menjadi guide/pemandu untuk naik gunung, ataukah menyewakan pondokan atau kuda-kuda mereka untuk para pengunjung yang ingin melihat pemandangan khas daerah pegunungan tersebut. Hal ini bisa dilihat saat mengunjungi gunung bromo pengujung bisa menyewa jeep atau menaiki kuda.

Terkadang hasil alam yang begitu berlimpah tak sebanding dengan akses jalan yang baik atau penerangan listrik yang belum tersentuh serta fasilitas pendidikan yang tak memadai. Begitu pula dengan tak tersedianya fasilitas kesehatan. Kondisi yang membuat cemburu ketika melihat wajah kota dengan segala fasilitas serba ada bagi masyarakat kotanya, sungguh jauh berbeda dengan daerah di kaki gunung sana.

Ketika menyambagi Dusun Karangan di kaki gunung Latimojong saya mendapati jalanannya yang rusak bercampur lumpur serta terkadang harus melewati sungai hingga membuat perjalanan terasa berat. Wajar saja kendaraan yang membawa kamipun beberapa kali harus menurunkan penumpangnya lalu mendorong mobil yang membawa kami tersebut. Akses jalan yang masih belum memadai tersebut membuat Karangan hanya bisa dua kali dalam seminggu dilalui kendaraan yakni hanya pada hari pasar saja saat warga membawa  dan akan menjual hasil pertaniaan mereka ke pasar.

Kondisi yang sama saat mengunjungi Parambintolo kaki gunung Lompobattang, Gowa Sulawesi selatan. Daerah ini sangat kaya akan hasil alamnya seperti berbagai macam sayuran serta biji kopi pilihan. Namun tak menyeluruh tersentuh jalan yang bagus. Dusun Parambintolo sebagai kampung  terakhir belumlah menikmati jalan yang beraspal. Ketika hendak mendaki gunung lompobattang kita harus berjalan kaki dengan mendaki beberapa kilometer jauhnya dengan melalui jalan pengerasan. Sedikit lebih beruntung dialami oleh Dusun Lembana, kaki Gunung Bawakaraeng karena berapa tahun terakhir ini sudah mengalami pengaspalan hingga memudahkan warganya untuk memasarkan hasil-hasil pertaniaan mereka begitu pula dengan para pendaki gunung bisa langsung memarkir kendaraan mereka di rumah-rumah warga sebagai lokasi basecampnya. Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi daerah di kaki gunung belahan indonesia lainnya??

Ilustrasi : Sinabung  (foto Tribunnews)

Barangkali Itulah sekilas cerita dari desa di kaki gunung tak berapi di wilayah sulawesi selatan yang tidak memerlukan kekhawatiran lebih dibanding dengan daerah pada gunung berapi misalnya saja gunung merapi atau sinabung. Sejarah juga pernah mencatat letusan  terkuat terjadi ketika gunung tambora di sumbawa meletus pada 12 april 1815 hingga mengguncangkan dunia. Lava panas, hujan bebatuan  dan gas mematikan keluar dari perut tambora hingga menewaskan puluhan ribu orang.  Akibat lain yang dihasilkan dari meletusnya gunung ini yaitu mengubah siang hari menjadi gelap gulita, gagal panen di china dan eropa sehingga kelaparan terjadi di inggris. 

Yang terbaru dan masih segar dalam ingatan kita yakni erupsi Gunung Sinabung di Tana Karo telah memakan korban tujuh belas orang meninggal dunia hasil dari muntahan awan panasnya. Serta puluhan ribu warga di lereng gunungnya terpaksa harus mengungsi hingga berbulan-bulan lamanya. Mereka harus meninggalkan kehidupan mereka sebelumnya seperti kebun dan hasil pertanian sebagai nadi bagi kelangsungan kehidupan warga atau sebagai mata penghasilan. Anak-anak desa harus meninggalkan sekolah mereka lalu tertinggal dari mata pelajaran. Sungguh kondisi yang tak penah di inginkan oleh siapapun juga. Hari ini membiasakan kehidupan di tenda-tenda pengungisan adalah bentuk latihan kesabaran ditengah kepenatan dan rasa menjemukan yang menaungi wajah mereka. 

Namun selalu ada hikmah dan pelajaran dari segala peristiwa getir serta memilukan itu. Dibalik semua peristiwa alam bahwa ada nilai  pelajaran kesabaran dan ketabahanlah yang akan menguatkan. Alam selalu menyisakan misteri untuk dipecahkan maknanya. Bencana datang tak ada seorangpun dapat memprediksinya.  Saat terjadi banjir bandang di Manado, longsor ataukah erupsi gunung berapi, banjir akut sebagai pemandangan biasa di Jakarta adalah bentuk alam menyeimbangkan dirinya. Bahwa di bagian lain telah terjadi ketidakseimbangan sistem. Ya! kadang alam menyeimbangkan dirinya dengan kehancuran dimana-mana. Dan barangkali dengan segala bencana alam itu manusia akan merenung dengan apa yang telah diperbuantnya kepada alam sekitarnya. Akhir tulisan  saya ingin bertutur : ikut berduka atas segala bencana yang menimpa ibu pertiwi akhir-akhir ini. Avignam!!!

Makassar, 11 februari 2013

February 04, 2014

Saya Pernah Kehilangan Uang Satu Milyar

Saya pernah kehilangan uang satu milyar  dan sontak saja tak ada yang percaya hal ini.
...
Duh, perginya laptop kesayangan yang nilainya melampaui angka diatas..

Yang Saya Rindukan dari Pulau Tomia (1)

Ilustrasi : Foto Hajam

Pulau Tomia, Wakatobi adalah tempat dimana saya berani membangun pondasi harapan dan impian juga menyimpan berjuta serpihan kenangan indah nan manis. Tomia merupakan pulau mungil di ujung tenggara Sulawesi yang sebagian besar wilayahnya adalah lautan dan juga berbatasan lansung dengan laut banda sebagai laut terdalam di Indonesia. Di sanalah saya ditempa menjadi petualang, belajar cara berenang lalu bermain bersama ombak, mendayung, memanah ikan, memasang bubu dan segala hal tentang survival di laut. Semesta telah melatih saya atau anak pulau lainnya agar tangguh. Beruntunglah mereka yang melewati masa kecil seperti ini.

Para pelaut-pelaut ulung itu dilahirkan pula disini. Mereka bertemu ombak-ombak ganas di palung terdalam lautan sana saat mengemudikan perahu layar mereka dengan hanya mengandalkan bantuan angin dan benda-benda langit semata hingga mampu menjangkau dan melintasi wilayah-wilayah di nusantara. Jejak mereka bisa diketemukan di segala seantro pelosok-pelosok Indonesia, bahasa daerah tomia tetap lestari di daerah yang mereka diami tersebut. Di sini juga adalah tempat bermukimnya suku bajo, hantu-hantu laut yang bersahabat erat dengan laut dan mereka menjadikan laut sebagai nadi bagi kehidupan mereka dan masyarakat pulau umumnya. Oh iya, Saya memiliki beberapa teman orang bajo yang selalu mengundang saya untuk menyantap ikan-ikan segar di rumahnya yang dibangun di atas laut.

Kehidupan keseharian di kampung halaman amatlah damai serta bisa merasakan ketenangan, sungguh kondisi  ini jauh beda dari kota tua ini yang telah sewindu berlalu saya tempati. Di kota ini juga saya merasakan hiruk pikuk kendaraan, kemacetan jalanannya atau segala macam bau amis limbah industrinya yang akan menciptakan polusi sebagai racun bagi penduduknya. Sedang di pulau sana, nyanyian angin laut saat malam hari serta deburan ombak adalah lagu pengantar tidur. sungguh amatlah merdu. Tentu saja di kampung jauh dari hirup pikuk kota.

Di kampung nilai-nilai kearifan lokal Tomia masih dipegang teguh hingga sampai hari ini. Filosofi dari Poasa-asa pohamba-hamba serta masih banyak lagi kearifan lainnya telah mengakar dalam-dalam pada kehidupan bermasyarakat Tomia. Bahwa saling membantu akan mengurangi beban antar sesama. Satu orang yang membutuhkan maka yang lain segera menolong, kita bisa melihat hal ini dalam acara pernikahan dan kematian. Ajaran leluhur ini akan dibawa kemanapun oleh anak cucuk masyarakat Tomia walaupun telah melintasi batas-batas geografis Pulau Tomia. Tentu ini adalah bentuk penghormatan terhadap pengamalan nilai kearifan lokal. Semoga tetap lestari ditengah gempuran gelombang arus modernisasi yang telah menjangkau wilayah pesisir termasuk pulau tomia.

Selain perihal di atas. Ada hal lain yang amat saya rindukan dari Tomia yakni Soami dan 'bakasa. Soami telah menjadi identitas Tomia atau makanan khas masyarakat Wakatobi pada umumnya. Soami begitulah orang tomia menyebutnya tetapi orang-orang luar pulau biasa pula menyebutnya kasoami. Modelnya berbentuk kerucut. Diolah dari ubikayu yang telah di parut lalu dikeringkan. Setelah itu barulah di kukus dengan cetakan dari anyaman daun kelapa berbentuk kerucut. Soami akan disajikan bersama-sama makanan hasil laut seperti ikan dan segala jenis kerang laut yang masih segar tentunya. Soami bisa awet hingga beberapa hari hingga biasa menjadi bekal para nelayan saat mereka menghabiskan berhari-hari melaut untuk menangkap ikan.


Ilustrasi : Foto Google.com

Sedangkan 'bakasa adalah kumpulan hati dan usus ikan pilihan yang telah dikeringkan lalu disimpan atau di awetkan dalam botol. Tempat pengeringannya dilakukan di atas huma nelayan. Huma adalah rumah-rumah sementara nelayan di atas laut dan banyak dijumpai di karang/pasi Tomia. Pengolahannya cukup di goreng saja. Dan biasa disantap bersama kasoami dan daun-daun pepaya pahit yang terlebih dahulu dikukus. Menyantap kasoami dan 'bakasa akan mendapatkan citarasa yang tiada tara. Ini adalah kuliner khas tomia yang biasa juga disajikan saat gotong royong membantu menyiapkan acara pernikahan. Sungguh, saya amat menyukai makanan ini dan kalian harus mencicipinya.

Segala makanan di kampung memang sangatlah mudah di dapatkan. Ikan-ikan segar yang dijual dengan harga murah atau kita bisa sendiri mendapatkan dengan memancingnya. Tak seperti di kota ini harganya yang mahal tetapi juga telah disimpan dalam kulkas selama berhari-hari. Makanan hasil-laut yang masih segar ini akan mengalahkan menu masakan di warung-warung makan yang menghias di jalan perintis kota yang saya tempati sekarang ini. Tomia adalah tanah terberkahi, puji syukur atas segala limpahan kekayaan semesta.

Tulisan singkat ini adalah bentuk kerinduan saya terhadap Tomia akan segala kekhasanya. Entah itu kulinernya, panoramanya, kenangan masa kecil saya ataukah hal lainnya. Tetapi saya akan menuliskannya lagi di halaman-halaman selanjutnya.  Karena 'ara noassamo na ha'da mou tekambumbu no 'dete.


- Makassar, 04/02/2014

February 01, 2014

Untukmu Gadisku


Dengar angin mengusik batang batang padi
Sebelum matahari meninggalkan senja
Dengar pula senandung di balik jendela
Sebelum memasuki sunyi

Rumah kecil bukalah pintu pagarmu
Kan kuajak gadismu meninggalkan kamarnya
Memetik kumbang kumbang rumput liar
Di pematang di sisi kali

Reff:
Lihatlah di sana gadisku
Perahu para penggali pasir
Anak anak gembala bertopi koran
Berangkat pulang ke rumah

Malam oh malam jangan turun di sini
Jangan kurung gadisku dengan sayapmu
Biarkan diam bersama cahaya
Yang memancar dari cintaku


                                                                       ***
Untukmu gadisku. Lagu ini adalah lagu kesukaan saya. Syair dan musiknya sangatlah enak di dengar telinga dan diresapi maknanya. Di nyanyikan oleh Franky S. dan Jane. Serta masih banyak lagu-lagunya tentang kehidupan yang kesemuanya saya menyukainya. Sebagai bentuk kencintaan saya menuliskannya kembali di halaman ini.


TERPOPULER BULAN INI