October 27, 2013

Kesukaran Menulis. Menjadikannya Putus Sekolah


Ilustrasi : Kompas.com
Tulisan ini berangkat dari hasil perenungan tentang rentetan peristiwa masa lalu yang kemudian mencoba dihadirkan kembali ke halaman peraduan ini. Terlintas dalam ingatan waktu itu masih duduk dibangku kelas dua pada zaman  mengenakan pakaian sekolah putih biru.  Benar, saya atau kami telah menghabiskan tiga tahun sekolah menengah pertama di kampung  halaman yakni pulau ujung tenggara.

Saya mengakui daya membaca dan kemampuan menulis kita masih amat rendah bahkan mengalami kesulitan yang sangat berarti kala itu. Saya mendapati diri layaknya demikian, sangatlah sukar menulis atau mengerjakan tugas yang berkaitan dengan mengarang. Entahlah apapun penyebabnya, tapi barangkali tehnik atau perbendaharaan kosakata masih minim lalu susah dinarasikan menjadi konstruksi  kalimat penuh makna hingga menarik dibaca.

Satu tahun menduduki bangku kelas dua selalu saja mengalami kendala tiap kali menghadapi mata pelajaran bahasa indonesia dimana waktu itu seorang ibu guru sebagai pengampunya, sungguh tidak etis jika menuliskan namanya pada halaman blog kacangan milik saya ini. Sebelum mengawali pelajarannya terlebih dahulu semua murid diharuskan mengabadikan dan mengarang tulisan  tentang pengalaman setiap pribadi yang terjadi selama seminggu itu lalu diceritakan atau dibacakan di depan kelas pada hadapan teman-teman lainnya. Ini berlangsung selama setahun.

Bagi saya ataupun yang lainnya mata pelajaran bahasa indonesia adalah momok menakutkan. Terkadang saya kehabisan ide dalam menghadirkan tulisan yang diwajibkan oleh ibu guru tadi. Kualitas tulisan sangatlah minim makna atau kurang berarti dan tak bernilai apa-apa. Ya! menulis menjadi hal yang tersulit dalam proses belajar bahasa indonesia oleh karenanya tidak semua orang mampu melakukan hal ini. Ada banyak orang tak menyenangi menulis dan segala hal terkait didalamnya. Semoga kalian tak mengalami hal yang sama adanya.

Pada saat itu, seorang teman saya memutuskan untuk putus sekolah demi menghindari tiap minggunya harus berhadapan dengan pelajaran bahasa indonesia dengan segala keharusannya yakni mengarang pengalaman pribadi. Ia tak mampu survive dalam  menghadapi hal itu. Saya telah lupa nama lengkap bahkan panggilannya. Tetapi kesukaran menulis telah membuat seorang murid mengandaskan harapan dan cita-cita akan masa depannya.

Sekolah sebagai wadah dan media pembelajaran juga memperoleh hak pendidikan sebagai warga negara. Bangku sekolah seharusnya menjadi tempat menumbuhkan dan menguatkan harapan setiap orang kemudian menggantungkan cita-citanya lebih tinggi lagi. Lalu,  Siapa yang pantas harus disalahkan atas hal ini? Apakah ibu guru yang salah menerapkan metode kedalam proses belajar mengajar kepada murid-muridnya. Saya tak ingin menuduh siapa-sapa. Satu yang pasti, kesulitan menulis telah mengubur asa orang-orang yang mengasihinya, Ia telah putus sekolah. Semoga sekolah bukan menjadi satu-satunya jalan untuk bahagia ataupun menuju sukses.

Menggiatkan menulis atau mengarang pengalaman pribadi seperti ini cukuplah baiklah maksud dan tujuannya. Saya amat memaklumi ihwal ini juga memberikan apresiasi lebih atas ikhtiar seorang guru untuk memajukan didikannya. Namun kemampuan dan imajinatif seseorang tidaklah sama. Menulis haruslah berproses dari hal sederhana dengan berawal apa yang disukai pada gaya bahasa atau karakter  menurut perbendaharaan kosakata yang dimilikinya. Memulai belajar menulis haruslah seringan mungkin dan menyenangkan.

Menuangkan ide tulisan ke atas kanvas putih membutuhkan waktu apalagi ini terjadi pada kelas dua sekolah menengah pertama, sekali lagi ini sangatlah sulit. Jika itu tak mampu dilakukan oleh semua orang maka biarkanlah karena itu adalah pilihan yang patut dihargai. Kelak, seseorang akan menemukan sendiri jalannya entah  kapan barangkali hanya perkara waktu saja yang akan mendamaikannya.

Menulis membutuhkan perenungan lebih, dalam mengungkap-menangkap setiap fenomena yang terlintas dikepala lalu dituangkan dalam kata-kata. Membiasakannya pelan-pelan akan menjadi terasah tajam nantinya. Tak perlu menyerah untuk menuangkan pemikiran-pemikiran kita menjadi sebuah catatan entah itu penting bagi orang lain, setidaknya kita menyukainya. Ingat, menulis adalah proses menajamkan insting.

Sekali lagi menulis adalah proses belajar menuju ke suatu titik, dari satu tangga melewati tangga selanjutnya. Ada banyak hal keajaiban yang akan diketemukan dalam perjalanannya, pada setiap goresan pena yang kita torehkan. Saya memercayai itu. Sebelum kekosongan itu benar-benar datang menduduki sel-sel otak maka mari membiasakan menulis dan saling mengabarkannya. Maaf, saya kesulitan merangkai kata-kata penuh makna untuk menuntaskan halaman ini.

Makassar, dihari blogger nasional

October 21, 2013

Sesungguhnya Jodoh tak jauh. Bidadari itu teman lama, Hadir pada Satu Kelas yang Sama!

Selamat merayakan pesta & senantiasa berbahagialah dalam menikmati salah satu puncak-puncak kebahagiaan itu, perkawinan yang sakral dalam ikatan suci pada jumat religi nan sakral ini. Semoga Pemilik Cinta menganugerahkan cinta, kasih juga sayang yang lebih besar setiap harinya kepada kalian hingga tua renta, kelak. Hormat saya kepada VennyWahyusari & Abdul Rauf, tetaplah bersahaja. Minggu lalu ke gunung, dari atas sana saya sudah meniupkan doa terbaik untuk kalian. semoga alam raya dan seluruh isi semesta turut mengamininya.

***
Kembali Sang Pemilik Cinta menunjukkan kuasa dan memperlihatkan kebesaranNya, barangkali ini jawaban atas doa-doa yang terpanjatkan ke langit selama ini. Tepat hari ini, dua orang sahabat saya melangsungkan prosesi kesakralan dalam memasuki jejang kehidupan yang baru yakni pernikahan untuk sebuah keluarga bahagia hingga tua renta setelah dikaruniai banyak anak yang gagah dan cantik lagi berbakti kepada mereka dan tanah tumpah darah tomia, semoga!

Sejauh mana kita mengembara dan berkelana hingga mengenal sebanyak mungkin orang, jika sudah pada waktunya pastilah akan bertemu di momen tepat yang bernama berjodoh, entah itu dengan siapa. Penghuni bumi diciptakan untuk berpasang-pasangan dalam menjalani kehidupannya agar saling menguatkan. Saya meyakini itu, percayalah!

Sungguh mereka berdua adalah sahabat terdekat saya, amat dekat sudah seperti saudara sendiri. Semenjak duduk dibangku sekolah menengah pertama kami sudah berteman dan begitu akrab. Kami juga sekelas bersama pada masa mengenakan putih biru itu. Cerita ini terus berlanjut pada tingkatan sekolah menengah atas di dunia putih abu-abu. Lagi-lagi saya sekelas bersama Rauf. Disinilah kami berjumpa dengan Venny Wahyusari. Entah ini kebetulan atau bukan, tapi saya meyakini ini sudah tertulis rapi oleh pemilik langit penulis skenario terhebat.

Tiga tahun bersama, sekelas yang sama pula. Saya memperhatikan tak ada yang istimewa ataupun lebih dari pertemanan mereka hanya berjalanan biasa-biasa saja. Ketika itu, mereka berdua hanya sering mencanda, bergurau atau bertengkar kecil-kecilan dalam keluguan masing-masing. Hari-hari berlalu hingga kami menamatkan tiga tahun di sekolah menengah atas tanpa mendengar mereka menjalin kasih kemudian berpisah dan memilih tempat studi yang berbeda. Saya di makassar, Rauf di Kota Baubau dan Venny menimba ilmu pada ibu kota propinsi, Kendari.

Detik berganti, bulan berlalu pun cerita berganti, keduanya mulai menjalin kasih. Adanya endapan kesan yang terbawa sewaktu masih di sekolah menengah atas kini mulai muncul kepermukaan. Kekaguman mulai berubah menjadi benih-benih cinta hingga terus tersemai semakin tumbuh besar lalu mengakar kuat. Dibatasi letak geografis yang berkejauhan, segala aral melintang bukanlah menjadi suatu perkara bagi keduanya untuk selalu memupuk cinta mereka.  

Sewindu usia kasih mereka terus tumbuh bermekaran. cobaan selalu saja datang menggoyahkan menguji ketulusan cinta mereka yang menjadikannya semakin menguat. beberapa kali mengalami pasang lalu surut, diterpa badai lalu berpisah. Spasi jarak selalu saja menjadi bahan renungan dan pembelajaran untuk memperbaiki satu sama lain. Cinta selalu saja menemukan jalannya sendiri, kembali mereka bersatu dan berjodolah mereka hingga akhirnya memutuskan melangsungkan kejenjang hubungan yang di halalkan yakni menikah. Barangkali benar perkataan, jodoh adalah seberapa besar dan sejauh mana kita mampu mempertahankannya.

Terlampau sering mereka bercerita tentang rencana pernikahannya ini, saya turut mengamini kabar baik itu. Walaupun berkejauhan kami bertiga sering berbincang via konferensi telepon entah hanya bercanda atau berbagi solusi atas suatu masalah. Telah menjadi bagian terbaik dalam pertemanan  ini maka selaknyalah saya memberikan doa terbaik  untuk mereka. Kepada pemilik cinta semoga menjadikan kalian senantiasa berbahagia  hingga maut memisahkan ikatan perkawinan kalian. Bergandengan tanganlah hingga ke surga-Nya, kelak.

***
Kadang ada cemburu yang teramat dalam melihat cerita mereka, tapi juga perasaan bahagia itu tak bisa disembunyikan. Rupanya jodoh itu tak jauh,  ia terlalu dekat yaitu teman kita sendiri. ya! Bukan hanya mereka berdua saja tapi beberapa orang teman saya dikelas yang sama telah bertunangan sesama mereka. Sekali lagi, jodoh itu terlalu dekat maka mari mencari dan merabanya.

Ini jumat religi semoga keberkahan menaungi pernikahan kalian. Kepada Venny dan Rauf semoga menjadi keluarga bahagia, itu doa saya. Maafkan tidak bisa hadir pada jarak yang lebih dekat.
 
Makassar, 18 oktober 2013

October 14, 2013

Menggiatkan Naik Gunung. Kepada Anak Pulau Tomia

"Bara buntu te tai ijo kene one mohute ikampoto na ako tesi'into, mai tofila ka gunnu tonamisi tekengku mia mempisi kene topoafa te lono"
Foto Dok : Alun

Tak terpungkiri. Ada suatu kebahagiaan tersendiri bagi saya, batin ini terpuaskan ketika mampu mempertemukan orang-orang yang hendak menjumpai kabut keabadian, merasakan tiupan sepoi angin kebebasan digunung lalu menyatu bersamanya. Mempertemukan mereka dengan kondisi penuh damai di lembah sana diantara tebing-tebing batu puncak bawakaraeng dan bulu baria yakni Lembah Ramma, tanah lapang nan hijau di tengah-tengahnya dialiri sungai bergemercik merdu.

Saya bukanlah orang yang gemar mengajak lalu meracuni pikiran orang banyak untuk mengikuti jejak saya menjadi pendaki gunung. saya tak sedemikian, percayalah!! Satu yang saya pahami dengan jenis olahraga ini adalah sangat membahayakan jiwa walau sebanding dengan kepuasan-kepuasan yang diperoleh bersamaan itu. Maka dari itu, jauh hari sebelum melakukan perjalanan saya harus menggenjot fisik mereka dengan bina jasmani itulah yang akan membuat kita tangguh.

Tetapi juga akan menjadi dosa besar dalam sejarah perjalanan hidup sebagai predikat pendaki ketika tak menyampaikan  hasrat mereka  atas panggilan alam untuk sejenak merenung-melung menyatu bersama alam. Keindahan itu harus dikabarkan maka saya menemani mereka naik gunung. Mendekatkan diri dengan Tuhan bisa dilakukan dengan naik gunung, saat berada  diatas puncak  bahwasanya kita akan menyadari Tuhan itu maha besar atas ciptaanNya. Maka lihatlah gunung-gunung itu bukan sebatas bongkahan-bongkahan batu, ya! mari memaknainya.

Atas perjalanan ini, saya merasa dan beranggapan telah mentradisikan mendaki gunung hingga secara tak langsung ikut menggiatkannya. Bahkan setelah ini mereka ingin ke puncak gunung lainnya, saya hanya mengamini perkataan mereka selebihnya pemilik semestalah yang berhak  merestuinya. Kalian bersiaplah untuk petualangan selanjutnya!!!

Kita tak perlu membawa bendera dari komunitas mana kita ini ketika mendaki karena semua itu hanya akan menjadi pembeda diantara sesama. Siapa paling terang benderang benderanya, paling kuat fisiknya atau yang termahal sepatu gunungnya. Bukanlah apa-apa saat kita berada di alam terbuka seperti ini, tak ada yang terkuat. Kami cukuplah menjadi freelancer tanpa kode etik tertentu. Kita hanya perlu menghargai sesama, melempar senyum dan menyapanya saja dan paling pentingnnya sampah-sampah   kemarin telah kita bawa pulang ke kostan ini. Menurut saya, yang demikian adalah prestasi dibanding mereka yang hanya meninggalkan sampah bermerknya di gunung sana.

Kepada kita bertujuh. Semoga perjalanan ini bukan hanya untuk memenuhi keinginan agar bisa melihat keindahan semata. Tetapi juga pendakian ini dapat memberikan hikmah atau menjumpai diri sendiri sejatinya seperti apa dan melihat sisi lain diri masing-masing. Serta pendakian ini menjadi tempat dimana diri dapat merenungi makna hidup dan kehidupan.


Foto dok. Zule

***
Kami hanya orang pulau yang ingin juga melihat kabut yang romantis dan bertemu angin kebebasan yang sering dibicarakan orang banyak itu. Lalu setelahnya akan kami ceritakan kepada orang-orang pesisir, anak pantai dikampung kami Tomia bahwa selain pasir putih dan laut yang membiru rupanya diatas gunung tak kalah indahnya ciptaan Tuhan itu. Maha besar kuasa dan ciptaanNya.

*) Catatan pejalan freelancer. 
 Fila-fila ka Lembah Ramma kene ammai Tomia 

Makassar, awal oktober

October 09, 2013

Melihat Lebih Dekat Peti-peti mati di Tebing Batu Kete’Kesu, Tana Toraja


“Dalam bahasa yang  tidak saya mengerti, syair-syair lagu toraja mengalun pelan memenuhi ruangan dalam bus saat melaju melintasi beberapa kabupaten. Romantis mungkin, sembilan jam perjalanan Makassar-Toraja”

Diantara tongkonan di Kete'kesu (foto : Ayub R.)
Menyambangi bumi Lakipadada adalah mimpi lama yang kini telah terwujud. Ada kekaguman dalam diri akan keunikan daerah ini. Saya memperhatikan bangunan-bangunannya kebanyakan berbentuk tongkonan sebagai ciri khas rumah tradisional Toraja. Sebagai seorang pejalan, barangkali mengunjungi Tana Toraja adalah suatu keharusan untuk melihat keindahan lain bumi Indonesia, bertemu wajah-wajah yang baru, kebudayaan serta bahasanya. Kita tak seharusnya kalah dengan wisatawan mancanegara yang banyak berkunjung kesana dan itu banyak saya lihat dan jumpai.

Secara administrasi Toraja teletak pada propinsi Sulawesi Selatan dan terbagi dua yakni, kabupaten Tana toraja dengan ibukota Makale dan Kabupaten Toraja Utara beribu kota di Rantepao. Ketika melewati Kabupaten Enrekang bus yang kami tumpangi terlebih dahulu akan memasuki Kabupaten Tana toraja. Nah, di kota Makale ini terdapat kolam yang luas ditengah-tengahnya berdiri replika patung Lakipadada, ia dahulu adalah seorang pejuang/bangsawan yang amat melegenda. 

Salib raksasa nampak dari kejauhan (foto Ayub. R.)
Selanjutnya barulah memasuki Toraja Utara di kota Rentepao. Disinilah saya dan beberapa teman selama empat hari berada untuk suatu kegiatan. Pada salah satu sudut kotanya tepat dipertigaan jalan adapula patung Tedong Bonga bersama seorang anak kecil sebagai penggembalanya. Tedong sangat erat kaitannya dengan kebudayaan tana toraja. Tedong biasanya akan disembelih pada saat perayaan upacara kematian. Harga untuk seekor tedong bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Fasilitas-fasilitas umum kota rantepao, kantor pemerintahan semua bangunannya adalah bercirikan tongkonan. Disatu bukit kota Rantepao dibuat salib dengan ukuran raksasa dan dari beberapa penuturan teman saya, inilah salib yang terbesar di dunia. Dan salib itu terlihat jelas dari kejauhan diketinggian.

Sebagai seorang muslim ada suka duka saat berkunjung ke Toraja yakni mencari warung makan halal. Tapi tak perlu khawatir dan ragu karena di Kota Rantepao banyak terdapat rumah makan muslim. Juga terdapat mesjid tetapi uniknya arsitekturnya terdapat tongkonan tepat pada bagian depannya. Disekitar mesjid ini terdapat pula sekolah untuk mewadahi pendidikan warga muslim. Ini menandakan Toraja begitu toleran terhadap kehidupan antar beragama.

Kuburan di tebing Kete'kesu (foto Ayub. R.)
Selama berada di Toraja, satu hari  saya menyempatkan waktu mengunjungi kuburan batu di Kete’Kesu. Akan sangat merugi jika tidak sama sekali mengenal dan melihat keunikan-keunikan tersendiri dari Toraja. Kete’Kesu merupakan salah satu diantara tempat lain dari kuburan mayat orang Toraja. Setelah melewati proses ritual/upacara pemakaman Rambu Solok barulah akan dibawa kesini, mayat-mayat itu akan dikubur bersama petinya dengan cara ditempatkan diatas batu pada tebing yang tinggi dengan cara melubanginya. Saya atau kita bisa membanyangkan betapa sukarnya melubangi batu di tebing itu. Dalam lubang itu akan ditempati peti-peti mayat untuk tiap satu keluarga.

Peti dalam gua Kete'kesu (foto Farul H.)
Adapula yang disimpan dalam gua. Untuk masuk dan melihat, mensusuri peti-peti dalam gua tersebut kita cukup membayar jasa pengantar dengan tarif Rp20 ribu dengan sekali antar. Mereka adalah beberapa orang anak kecil memandu dengan penerangan senternya. Selain saya, ada cukup banyak pengunjung yang hendak melihat peti-peti dalam gua tadi. Penuturan anak kecil tadi, terakhir  kali pada lima bulan yang lalu  mayat dalam peti dibawa ke tebing Kete’kesu ini.

Saya melihat banyak tulang belulang di sekitar kuburan batu ini, dibawah tebing Kete’kesu. Beberapa peti nampak sudah mulai lapuk dan rusak. Diantara peti-peti itu ada yang berbentuk kepala kerbau tapi adapula yang menyerupai bentuk kepala babi. Beberapa orang termasuk saya menyempatkan mengabadikan gambar bersama tulang-belulang dan peti-peti tadi. Diantara peti-peti dari kuburan itu, ada yang hanya ditempatkan dibawah tebing dengan membuatkannya bangunan rumah beton yang berukuran kecil.

Peti mati menyerupai kepala babi (foto Farul H.)
Peti mati menyerupai kepala kerbau (foto Farul H.)
Sebelum memasuki kawasan wisata kuburan batu tebing kete’kesu terlebih dahulu kita akan menjumpai banyak tongkonan yang saling berhadapan satu sama lain. Pada bagian depan tongkonan itu tersusun banyak tanduk tedong/kerbau. Di dalam tongkonan dijadikan sebagai tempat menyimpan hasil-hasil pertanian seperti padi. Disekitar kawasan ini, Ada banyak penjual yang menjajakan cendera mata khas toraja misalnya sarung hitam toraja, baju-baju bermotif tongkonan, parang toraja, replika berukuran kecil dari tongkonan atau lainnya yang kesemuanya dipatok dengan harga tertentu. Dan sayapun membeli baju khas toraja untuk oleh-oleh dibawa pulang.

Dikarenakan ada hal lain yang tak bisa ditinggalkan, waktu satu hari untuk mengunjungi tempat-tempat unik di Toraja sangatlah tidak cukup dalam mengetahui lebih banyak kebudayaan ataupun adat istiadatnya. Tapi catatan saya, toraja adalah daerah yang begitu unik, pun penduduknya  begitu ramah terhadap pendatang termasuk kepada saya. Berdasarkan info yang saya dapat pada kisaran bulan november-desember-januari biasa akan diadakan pesta rakyat toraja dan pada saat itu pengunjung baik dalam negeri atau wisatawan luar akan banyak berdatangan menyaksikan pesta itu.

Masih banyak tempat yang belum saya lihat dan untuk diketahui ceritanya historisnya. Maka, saya merencanakan akan kembali mengunjungi daerah ini, Toraja dengan keunikan-keunikannya tersendiri. Foto-foto dalam artikel ini oleh kawan pejalan. 

- Catatan jalan, awal oktober 2013.

kunjungi tulisan yang sama di :

TERPOPULER BULAN INI