“Dalam bahasa yang tidak saya mengerti, syair-syair lagu
toraja mengalun pelan memenuhi ruangan dalam bus saat melaju melintasi beberapa
kabupaten. Romantis mungkin, sembilan jam perjalanan Makassar-Toraja”
Diantara tongkonan di Kete'kesu (foto : Ayub R.) |
Menyambangi bumi Lakipadada adalah mimpi lama yang kini telah
terwujud. Ada kekaguman dalam diri akan keunikan daerah ini. Saya memperhatikan
bangunan-bangunannya kebanyakan berbentuk tongkonan sebagai ciri khas rumah
tradisional Toraja. Sebagai seorang pejalan, barangkali mengunjungi Tana Toraja
adalah suatu keharusan untuk melihat keindahan lain bumi Indonesia, bertemu
wajah-wajah yang baru, kebudayaan serta bahasanya. Kita tak seharusnya kalah
dengan wisatawan mancanegara yang banyak berkunjung kesana dan itu banyak saya
lihat dan jumpai.
Secara administrasi Toraja teletak pada propinsi Sulawesi Selatan
dan terbagi dua yakni, kabupaten Tana toraja dengan ibukota Makale dan
Kabupaten Toraja Utara beribu kota di Rantepao. Ketika melewati Kabupaten
Enrekang bus yang kami tumpangi terlebih dahulu akan memasuki Kabupaten Tana
toraja. Nah, di kota Makale ini terdapat kolam yang luas ditengah-tengahnya
berdiri replika patung Lakipadada, ia dahulu adalah seorang pejuang/bangsawan
yang amat melegenda.
Salib raksasa nampak dari kejauhan (foto Ayub. R.) |
Selanjutnya barulah memasuki Toraja Utara di kota Rentepao.
Disinilah saya dan beberapa teman selama empat hari berada untuk suatu
kegiatan. Pada salah satu sudut kotanya tepat dipertigaan jalan adapula patung
Tedong Bonga bersama seorang anak kecil sebagai penggembalanya. Tedong sangat
erat kaitannya dengan kebudayaan tana toraja. Tedong biasanya akan disembelih
pada saat perayaan upacara kematian. Harga untuk seekor tedong bisa mencapai
puluhan hingga ratusan juta rupiah. Fasilitas-fasilitas umum kota rantepao,
kantor pemerintahan semua bangunannya adalah bercirikan tongkonan. Disatu bukit
kota Rantepao dibuat salib dengan ukuran raksasa dan dari beberapa penuturan
teman saya, inilah salib yang terbesar di dunia. Dan salib itu terlihat jelas
dari kejauhan diketinggian.
Sebagai seorang muslim ada suka duka saat berkunjung ke Toraja
yakni mencari warung makan halal. Tapi tak perlu khawatir dan ragu karena di
Kota Rantepao banyak terdapat rumah makan muslim. Juga terdapat mesjid tetapi
uniknya arsitekturnya terdapat tongkonan tepat pada bagian depannya. Disekitar
mesjid ini terdapat pula sekolah untuk mewadahi pendidikan warga muslim. Ini
menandakan Toraja begitu toleran terhadap kehidupan antar beragama.
Kuburan di tebing Kete'kesu (foto Ayub. R.) |
Peti dalam gua Kete'kesu (foto Farul H.) |
Adapula yang disimpan dalam gua. Untuk masuk dan melihat,
mensusuri peti-peti dalam gua tersebut kita cukup membayar jasa pengantar
dengan tarif Rp20 ribu dengan sekali antar. Mereka adalah beberapa orang anak
kecil memandu dengan penerangan senternya. Selain saya, ada cukup banyak
pengunjung yang hendak melihat peti-peti dalam gua tadi. Penuturan anak kecil
tadi, terakhir kali pada lima bulan yang lalu mayat dalam peti dibawa
ke tebing Kete’kesu ini.
Saya melihat banyak tulang belulang di sekitar kuburan batu ini,
dibawah tebing Kete’kesu. Beberapa peti nampak sudah mulai lapuk dan rusak.
Diantara peti-peti itu ada yang berbentuk kepala kerbau tapi adapula yang
menyerupai bentuk kepala babi. Beberapa orang termasuk saya menyempatkan
mengabadikan gambar bersama tulang-belulang dan peti-peti tadi. Diantara
peti-peti dari kuburan itu, ada yang hanya ditempatkan dibawah tebing dengan
membuatkannya bangunan rumah beton yang berukuran kecil.
Peti mati menyerupai kepala babi (foto Farul H.) |
Peti mati menyerupai kepala kerbau (foto Farul H.) |
Sebelum memasuki kawasan wisata kuburan batu tebing kete’kesu
terlebih dahulu kita akan menjumpai banyak tongkonan yang saling berhadapan
satu sama lain. Pada bagian depan tongkonan itu tersusun banyak tanduk
tedong/kerbau. Di dalam tongkonan dijadikan sebagai tempat menyimpan
hasil-hasil pertanian seperti padi. Disekitar kawasan ini, Ada banyak penjual
yang menjajakan cendera mata khas toraja misalnya sarung hitam toraja,
baju-baju bermotif tongkonan, parang toraja, replika berukuran kecil dari
tongkonan atau lainnya yang kesemuanya dipatok dengan harga tertentu. Dan
sayapun membeli baju khas toraja untuk oleh-oleh dibawa pulang.
Dikarenakan ada hal lain yang tak bisa ditinggalkan, waktu satu hari
untuk mengunjungi tempat-tempat unik di Toraja sangatlah tidak cukup dalam mengetahui
lebih banyak kebudayaan ataupun adat istiadatnya. Tapi catatan saya, toraja
adalah daerah yang begitu unik, pun penduduknya begitu ramah terhadap
pendatang termasuk kepada saya. Berdasarkan info yang saya dapat pada
kisaran bulan november-desember-januari biasa akan diadakan pesta rakyat toraja dan pada
saat itu pengunjung baik dalam negeri atau wisatawan luar akan banyak
berdatangan menyaksikan pesta itu.
Masih banyak tempat yang belum saya lihat dan untuk diketahui
ceritanya historisnya. Maka, saya merencanakan akan kembali mengunjungi daerah ini, Toraja dengan
keunikan-keunikannya tersendiri. Foto-foto dalam artikel ini oleh kawan pejalan.
- Catatan jalan, awal oktober
2013.
kunjungi tulisan yang sama di :
bentuk kuburannya unik ya sob
ReplyDeletebenar skali... Toraja sangat unik
ReplyDelete