HEINRICH HARRER. Seorang nazi, penulis sekaligus pendaki gunung. Mengenalnya adalah ketika menonton film sarat petualangan Seven
Years In Tibet, diadopsi sebagai buah dari karya bukunya. Film tersebut merupakan
favorit saya bahkan sudah berulang kali saya tonton dengan tak pernah menanggalkan
rasa bosan atau menjemukan sedikit pun dihati. Kisah-kisah yang disuguhkan
sangat menginspirasi juga gambar tentang keindahan Himalaya dan Tibet amatlah
menakjubkan. Saya rasa setiap orang punya keinginan bahwa suatu waktu ingin
mengunjungi atap dunia itu dan melihat lebih dekat keunikan kota suci Lhasa lalu bertemu dengan Dalai Lama, seorang pemimpin
spritualis masyarakat Tibet.
Film Seven
Years In Tibet diangkat
dari kisah nyata seorang pendaki asal Austria yaitu Heinrich Harrer yang mana
diperankan oleh Bradpitt, seorang aktor kawakan Hollywood. Heinrich Harrer
memimpin ekspedisi pendakian ke Nanga Parbat Himalaya, namun gagal karena satu faktor
eksternal cuaca yang buruk. Misi dan impian serta ambisi menggapai puncak Naga Parbat
terhenti. Kuasa alam tak mampu dilalui. Sialnya lagi bagi Heinrich adalah ia harus ditangkap oleh tentara
sekutu kala itu perang dunia ke dua tengah berkecamuk . Ia lalu dipenjara di
India namun berhasil melarikan diri ke Tibet selama kurun waktu tujuh tahun
lamanya. Barulah setelah perang berakhir ia kembali ke negaranya melanjutkan pengembaraanya.
Pengalaman hidup
akan nilai-nilai budaya ketimuran di Tibet dan kedekatannya dengan Dalai Lama merupakan
kisah yang luar biasa. Ia menuangkannya menjadi buah-buah tulisan dengan judul
Seven Years In Tibet dan Lost Lhasa. Karya seorang Heinrich Harrer ini telah
diterjemahkan ke dalam 48 bahasa dan telah terjual sebanyak tiga juta copy (Wikipedia).
Sungguh sebuah kisah perjalanan yang menarik dan mengagumkan tentunya, semoga
saya bisa membaca catatan beliau tersebut.
Membaca kisah heinrich
harrer berarti membuka lalu membaca lembaran dan karvak sejarah seorang yang
memiliki karya abadi. Ia tak hanya menjadi seorang pendaki gunung yang tersohor
namun juga memilih melewati jalan menjadi penulis. Seorang Heinrich Harrer
merupakan orang pertama yang mampu mendaki Gunung Eiger di Swiss melalui jalur
sisi utara pada 24 juli 1938. Sungguh, hal tersebut sebagai prestasi yang membanggakan bagi diri
pribadi juga mengharumkan nama negaranya. Dia layak disematkan sebagai pahlawan sebab kala itu setiap negara berlomba menggapai puncak dan tebing es Eiger.
Harrer adalah seorang nazi berpangkat sersan yang juga konsent mempelajari olahraga dan geografi. Dia terlibat
melakukan ekspedisi-ekspedisi etonografis
serta pendakian gunung di Alaska, Andes, Ruwenzori. Harrer merupakan
pendaki pertama Gunung Deborah dan Gunung Hunter di Alaska pada tahun
1954. Pada 1962 ia adalah pemimpin
sebuah kelompok berjumlah empat orang yang merupakan pendaki pertama Puncak
Jaya
di Papua, sumber Wikipedia.
Seorang Heinrich
Harrer yang tersohor memberikan isyarat kepada para pendaki gunung agar selalu menuangkan
pemikiran dan jejak-jejak pengalaman yang dialaminya kedalam catatan-catatan terlebih itu menjadi sebuah karya bernama buku. Ia
juga menginspirasi bahwa kesaksian-kesaksian pikiran yang dilalui oleh seorang
pendaki atau petualang melalui sungai kata-kata adalah keabadian dan akan diingat oleh zaman.
Membaca kisah singkat seorang
Heinrich Harrer menjadikan saya membatin bahwa saya hari ini bukanlah apa-apa jika disandingkan dengan ekspedisi besar yang telah dilakukan olehnya lalu melukiskannya keatas kanvas tulisan yang bisa menginspirasi banyak orang. Heinrich Harrer adalah pendaki gunung yang hebat nan termasyhur, tak hanya itu saja ia juga terlahir menjadi seorang petualang yang berani mengarungi samudera kata-kata lewat karya tulisannya.
Membaca semangat dan torehan pengalaman
yang dialami Heinrich Harrer menegur keangkuhan setiap jiwa yang menganggap
dirinya pendaki gunung bahwa yang hebat adalah mereka yang tak hanya mencumbui keheningan dan kelelangan alam semata namun
harus bisa menulis kisah-kisah yang dirasakannya serta mampu memaknai segala gerak semesta.
Mendadak saya teringat suatu perkataan seorang teman, terlepas anda sepakat atau tidak bahwa :
"... mati kafir seorang pendaki yang tak menggoreskan kesaksian-kesaksian pikiran dan jejak kaki perjalanannya menjadi sebuah catatan atau tulisan".