Ilustrasi Google |
Sebulan lamanya saya tak menggoreskan apa-apa disini. Barangkali sekedar
berceloteh atau berceritra akan percumbuan dengan semesta. Ataukah kisah
tentang jalan sunyi, kisah keheningan serta hal yang menjemukan telah melanda
saya berapa hari ini. Pun tak ada catatan akan ikhwal yang telah merenggut
tidur malam yang saya lewati. Sialnya lagi,
lirik-lirik akan masa depan tak saya perdendangkan kepada kekasihku Lidya,
wanita titipan Tuhan yang bersenyum
manis itu.
Belakangan
ini menulis adalah hal yang paling berat dilakukan. Yah serupa mengangkat
carrier berukuran 100 liter lalu mendaki ke Himalaya dan menyusuri seluruh
konturnya. Sungguh itu merupakan analogi yang sepadan untuk sebulan yang
berlalu ini.
Sejujurnya
ada banyak tesis yang ingin saya produksi pada halaman ini, blog yang
keseluruhan isinya minim makna serta tak ada yang bernilai lebih di dalamnya.
Namun jika bagi kalian ada yang menarik disini maka saya harus berterima kasih
atas itu dan menyebutkan nama kalian dalam untaian doa-doa yang saya tiupkan ke langit
saat ibadah jumat digelar. Sebab bagi saya apresiasi semacam itu adalah multivitamin/suplemen
penguat agar tetap survive lalu menantang diri mengembara dalam rimba imaji dan
menghadirkan suatu tulisan, percayalah!
Beberapa
hal menarik yang menyita perhatian sudah saya catat ke dalam buku kecil yang
biasa terbawa bersamaan daypack milik saya. Namun saat menyusun dan
merangkainya menjadi sebuah deskrispsi lengkap mendadak dan sekejap terhalang
tembok lalu buyar tak ada yang bisa dikisahkan. Kanvas putih itu tetap suci tak
ada aksara dan deretan angka di atasnya. Lagi-lagi saya menderita penyakit lama
dan ini akut bersama hariku. Inkonsistensi
namanya.
Ada
sebab seperti yang telah saya sampaikan beberapa waktu lalu. Tetapi kali ini
hal yang paling mendasari adalah tak ada tempat lagi yang nyaman untuk
memproduksi semua itu terlebih komputerjinjing milik saya itu raib entah kemana yah sedang menjalani takdirnya di
tangan orang lain, duh!. Bicara tentang menulis sejatinya tak ada alasan sebab
ada banyak jalan untuk memenuhi nafsu-nafsu menulis lihat saja dahulu kala
orang bisa menuliskan pemikirannya pada daun-daun kurma. Apalagi sekarang
banyak yang bisa dimanfaatkan seperti buku saku, gadget tablet, notes handphone
atau lainnya.
Kata
mereka menulis itu lahir karena ada cinta yang mendasarinya maka akan mengalir
layaknya air yang selalu bermuara. Saya rasa ungkapan tersebut benar adanya.
Menghadirkan tulisan disini pun karena masih ada kecintaan saya pada blog yang
seluruh kandungan isinya tak bernilai apa-apa ini. Karena alasan cinta pula
saya menuangkan beberapa paragraf di atas sebab seluruh catatan saya disini
adalah sebagai bentuk hadiah buat anak saya kelak.
Barangkali
ini celoteh atau mungkin juga curhatan tak bermakna. Tetapi ini sebenarnya
untuk membunuh inkonsistensi itu sebab saya harus tetap survive dalam menulis. Ini
juga sebagai jawaban atas pertanyaan seorang pengujung setia blog ini lewat
pesan ia menulis “mengapa tak ada aktivitas menulis lagi di halaman blogmu” ujarnya. Dan bagi saya itu hal yang membahagiakan sebab ada apresiasi,
kritikan, harapan maka akan menjadikan blog milik saya ini terus hidup.
Semoga tulisan ini sebagai pelecut untuk melahirkan tulisan-tulisan selanjutnya. Semoga pula masih dalam dekapan dan kasih pencipta langit.
- Makassar, 14/09/2014