August 11, 2020

Grup WhatsApp Yang Menjengkelkan


Sebenarnya bergabung dalam satu atau katakanlah beberapa grup whatsApp itu baik. Malahan sangat baik menurut saya. Setidaknya akan ada banyak informasi yang di dapat darinya misalkan ada yang menshare/membagikan info penting dimana hal itu berguna bagi kita. Atau manfaat lainnya yang paling mendasar yakni menjaga & memupuk hubungan silaturahim---pertemanan antar sesama anggota grup agar tetap terjalin erat. Dan masih banyak keuntungan lain yang bisa kita ketemukan di dalamnya. Saya hanya menyebut dua sisi positif dari aplikasi tersebut.

Jika ditanya berapa grup whatsapp yang saya ikuti. Baik saya akan jawab : saya mengikuti beberapa grup tak lebih dari sepuluh. Saya mengikuti yang penting-penting saja atau yang membawa banyak manfaat. Yang banyak mendatangkan mudharat saya akan tinggalkan tanpa menyisakan penyesalan sama sekali. Jujur saya banyak menolak ajakan grup semacam itu, setidaknya jika menurut anggapan saya tak berguna. Toh, yang sudah ada saja setiap saat ada pemberitahuan yang otomatis telepon saya berbunyi terus, batrei mudah terkuras, memori penyimpanan akan cepat full apalagi harus mengikuti grup yang tidak penting. Tentunya itu hal yang sia-sia.

Diantara grup-grup whatsapp yang saya ikut tadi, ada satu grup yang menurut saya terkesan menjengkelkan. Saya tidak menemukan kata lain untuk judul ocehan halaman ini selain kata “menjengkelkan”. Maksud saya dengan kata menjengkelkan adalah membuat saya malas berinteraksi di dalam grup tersebut. Bahkan saya jarang untuk membuka isi grup itu. adakalanya seminggu, atau dua minggu bahkan sebulan. Selama waktu-waktu itu pastinya saya tidak mengetahui apa-apa yang terjadi atau hal apapun yang dibahas di grup whatsapp itu. entah itu, ada acara arisan grup, info kumpul-kumpul sesama teman, whatever saya tidak tahu. Grup yang saya maksud merupakan grup kawan-kawan saya sekolah dulu. Grup angkatan sekolah tepatnya.

Sebenarnya apa yang membuat saya malas untuk berinteraksi disana. Begini, mari saya ceritakan. Sebelumnya saya ingin mengapresiasi yang setinggi-tingginya terhadap inisiasi teman-teman saya hingga terbentuknya grup tersebut. Iya saya percaya jika hal itu sebagai wadah untuk menyatukan kembali semua teman-teman lama yang entah sudah menyebar kemana-mana dan tinggal menetap ditempat berjauhan dengan segala dinamika kehidupannya masing-masing. Sekali lagi saya bersyukur karenanya kami semua dipersatukan serta hubungan pertemanan tetap terjaga walau saling berjauhan. Itu point penting dalam bergrup whatsapp. Kemudahan yang tak diketemukan didunia nyata.

Namun saya melihat ada masalah di dalam grup whatsapp angkatan sekolah saya. Tentu ini menurut perspektif saya pribadi. Teman-teman saya boleh tidak sependapat dengan saya. Itu sah-sah saja sebab tiap orang punya sudut pandang berbeda. Yang menjadi persoalan bagi saya adalah semua komunikasi dalam grup tersebut adalah selalu menggunakan nama anak-anak mereka. Oh iya saya lupa menceritakan jika teman-teman saya sudah menikah dan sebahagian telah memiliki anak. Serta ada juga beberapa orang belum dikarunia rezeky berupa anak. Jalan hidup tiap orang berbeda.

Seperti yang saya katakan diawal bahwa komunikasi yang terbangun di dalam grup ini adalah sering memanggil menggunakan nama anak mereka satu persatu. Oh, well itu masalah buat saya. Mengapa? Ya tentu saja saya tidak mengenali dan mengerti mereka. Teman satu memanggil dengan nama bapak si ini, lalu teman yang satu menjawab dengan mengatakan mamanya si ini. Lalu yang lain merespon dengan disertai nama anak-anak yang dimaksud. Saya kadang-kadang geleng-geleng kepala tanda tak paham mamanya si ini siapa lalu bapaknya si itu siapa.

Gara-gara bingung dan merasa seperti orang asing di dalam grup tersebut. Atau tepatnya saya serasa sedang berada di lingkungan taman kanak-kanak dimana orang-orang selalu memanggil dengan nama anak. Atas hal itu, pernah suatu kali saya keluar dari grup tersebut karena merasa jengkel & muak. Eh, setelah sekian lama seorang teman memasukan saya kembali. Namun seperti yang saya ceritakan jika orang-orang dalam grup ini selalu berinteraksi dengan memanggil nama anaknya masing-masing, lebih-lebih ada yang memakai nama profil dan memasang foto profil mereka dengan anak mereka. Sekali lagi itu masalah buat saya. Karena memang saya tidak mengenali mereka walaupun benar semuanya adalah teman-teman saya. Saya meyakini di dalam grup yang menyatukan kami semua itu tidak ada penyusup dari angkatan lain.

Barangkali bagi mereka itu hal biasa dan terkesan tidak ada masalah sama sekali namun bagi saya itu problem. Tentu saja saya canggung akan menyebut teman si A dengan siapa. Teman si B dengan siapa. Kadangkala saya hanya memberikan jempol saja jika ada teman yang memposting makanan misalnya, itu bentuk keaktifan saya pada grup. Bukan berarti saya jengkel sebab mereka selalu menggunakan sebutan nama anak mereka berarti saya tidak menyukai anak-anak. Oh well itu anggapan yang salah besar. Demi segala demi saya menyenangi anak-anak. Di lingkungan sekitar rumah saya semua anak-anak kecil akan memanggil-menyapa saya jika mereka lewat dan mendapati saya. Atau ketika saya lewat dan mendapati mereka. Kelak, jika saya punya anak. Saya akan melarang jangan memanggil saya dengan nama anak saya dalam grup itu. saya tak ingin membuat orang-orang bingung lalu enggan aktif dalam grup.

Mungkin saja semua teman-teman saya dalam grup itu tidak menyadari bahwa semua anggota grup whatsapp adalah kumpulan orang-orang dewasa. Bukan kumpulan anak-anak mereka layaknya taman bermain anak-anak. Maksud saya harusnya teman-teman saya memahami konteks dan ruang. Sekali lagi maksud saya mestinya mereka memahami jika itu grup angkatan, nanti jikalau mau saling menyapa dengan memanggil nama anak masing-masing lakukan diluar grup dalam artian di dunia nyata. Toh tidak semua orang mengetahui si ini anaknya si ini si itu anaknya si itu.

Saya mengikuti beberapa grup lain. Misalnya grup kampus, saya tidak bisa membayangkan umpama sapaan atau panggilan untuk tiap orang dalam grup yang berjumlah ratusan tersebut dengan nama anak mereka. Pasti semua warga dalam grup akan bingung hingga sebingung-bingungnya dan bertanya-tanya tiada akhir. Namun mereka sesungguh-sungguhnya menyadari cara yang mudah dalam berinteraksi cukup menyebut nama pribadi saja. Misalkan ingin menyebut si A cukup panggil saja si A. atau cukup menyertakan di awal kata k’/kanda (kakak) bagi yang lebih tua atau de’ (adik) bagi yang lebih muda dari kita. Simple dan sesederhana itu. mereka memahami konteks dan ruang. Tidak mempersulitnya. Semua orang aktif dan antusias berdiskusi di dalamnya.

Selanjutnya hal lain yang saya soalkan adalah kebiasaan teman-teman saya dalam grup aplikasi whatsapp tersebut dimana selalu bercanda dengan menyinggung bentuk fisik seorang teman. Barangkali saja itu biasa bagi mereka namun menurut saya ocehan atau candaan soal fisik pada pribadi seseorang terkesan rasial dan hal itu dilarang dimana-mana. Saya rasa amat terlampau berlebihan dengan membuat lucu-lucuan soal bentuk fisik seseorang. Sungguh tak akademis dan tak ilmiah pun tak beradab rasa-rasanya. Benar bercanda itu penting, semua orang membutuhkannya agar dunia fana ini tidak kaku dan monoton tapi jangan rasis atau rasial. Saya menolak hal-hal semacam itu, sekali lagi nurani saya menolaknya. Toh bagaimana umpama itu ditujukan pada pribadi atau keluarga kita. Jadi berhentilah melakukan body shaming atau apapun istilahnya, sekali lagi itu amat tak akademis nan tak beradab. Masih banyak hal bisa dipilih untuk di ocehkan.

Pada akhirnya, saya hanya ingin mengatakan bahwa ini hanya tetaplah ocehan pada apa yang saya lihat. Tentunya teman-teman saya bisa berbeda pandangan, itu pilihan. Sesungguhnya hal-hal diatas ingin saya muntahkan di grup whatsapp langsung, namun kita semua tahu bahwa aplikasi tersebut tak memungkinkan. Dari pada mengganggu benak, maka saya memilih halaman blog untuk menulis ocehan panjang lebar ini dengan semau-maunya. Apakah teman-teman saya akan membacanya, ah rasa-rasanya tidak sebab mereka tak mengenal apa itu blog. khususnya blog ini!

                         Pulau Tomia, 12 agustus 2020

 

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

TERPOPULER BULAN INI