April 30, 2012

Naik Gunung, Bermain-main dengan Nyali

Tak bisa dipungkiri aku memang suka dan mencintai olahraga pendakian gunung, namun jika bisa memilih dan Tuhan menghendaki aku ingin mati dipangkuan orang-orang yang sayang dan menyanyangiku. Tentu saja harapanku ini akan sama seperti doa Pak Widjajono, Wamen ESDM semasa waktu hidupnya. 

Prof. Widjajono Pardtowidagdo menghembuskan napas terakhirnya di Gunung Tambora dalam pendakian kedua kalinya yang lagi-lagi gagal menginjakkan kaki dititik triangulasi, pada elevasi 2700 mdpl dan kurang dari duaratus meteran lagi. Tambora telah menjadi saksi pendakian terakhir Guru Besar ITB yang gemar mendaki ini. 

Naik gunung tidak juga mempercepat kematian atau sebaliknya tidur nyeyak dikasur empuk rumah akan menghindari mati. Bukankah hidup dan mati Tuhan sudah mengaturnya. Seperti itulah kira-kira tentang hidup. Bahaya dan dampak terburuk dari olahraga ini adalah kematian yang tak bisa menduga-diduga.

Sudah terlalu banyak kabar yang kita dengar pendaki yang hidupnya berakhir diatas gunung. Para orang tua melarang anak-anak kesayangan mereka tidak ikutan naik gunung dan menyuruhnya mengikuti kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Sungguh, semakin banyak juga yang menggemari olahraga ini. Sungguh ironis...

Mendaki gunung itu adalah hoby dan itu adalah manifestasi. Lalu untuk kesenangan kita akan mengorbankan apa saja termasuk waktu dan materi. Mungkin mati diatas gunung setimpal juga dengan kenikmatan serta kesenangan yang diperoleh dari aktifitas tersebut.

"Karena selain beradu banteng olahraga sesungguhnya adalah mendaki gunung, lainnya hanyalah permainan". Kata seorang peraih nobel sastra asal Jerman. Dikutip pada suatu artikel harian surat kabar nasional.

Semoga aku, kita, kamu dan kalian selalu siap dan lebih mempersiapkan diri sebelum mendaki gunung serta tidak takabur. Karena diatas gunung tidak ada orang yang jago, itu saja...

Untuk Pak Wid,
Selamat jalan semoga diterima disisi-Nya...

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

TERPOPULER BULAN INI