Entah siapa lagi yang tak kenal
nama kampung halaman saya itu, Wakatobi yang termashur. Barangkali tak asing
lagi sebab gaungnya sudah menjangkau mancanegara dengan pesona keindahan dan
eksotisme bawah lautnya. Kisah dan catatan tentang Wakatobi akan mampu
menghipnotis para penikmat keindahan dan para pejalan terkhusus yang menggemari
olahraga bawah air yakni menyelam.
Selain hal itu, daerah ini juga
dilimpahi oleh pasir yang memutih, adat istiadat serta kearifan lokal yang
khas. Dan masih banyak lagi rahmat dan berkat yang langit berikan untuk dijaga
dan dilestarikan keberadaannya. Tuhan Pencipta Semesta amat baik kepada kita
kepada orang-orang pulau. Puji syukur.
Sebagai daerah wisata yang
sedang berbenah dengan dalih nama pembangunan tentu saja alam harus tetap
dijaga dan lestari. Ya, perihal tersebut amatlah penting agar alam senantiasa
seimbang. Semoga setiap orang bersepakat dengan perkara tersebut tidak hanya
saya pribadi.
***
Pada berapa tahun silam di
kampung saya tersebut yakni Pulau Tomia (bagian dari gugusan kepulauan
Wakatobi) garis-garis pantainya masih putih dan bisa dinikmati. Seingatku itu
lebih dari sewindu lalu. Saat itu, tatkala sore hari saya dan anak-anak
seumuran sering bermain dipinggiran pantainya. Entah itu bermain bola, membuat
istana-istana pasir atau berenang diantara gulungan ombak musim barat. Tentu
masih banyak hal dan permainan tradisional lainnya dalam mengisi hari-hari yang
penuh ceria lagi menyenangkan.
Satu hal yang bisa saya
pastikan bahwa pantai Tomia tepatnya wilayah One-may atau waha adalah daerah
pesisir yang memiliki garis pantai indah. Bahkan sejak zaman Nippon Jepang
pantai ini dilindungi dengan membangun pemecah gelombang/breakwater.
Namun kondisinya telah berubah
belakangan ini. Mendadak beton-beton dan rumah-rumah telah berjejer menghiasi
pinggiran pantainya. Lagon-lagon berubah karena mengalami pendangkalan.
Entahlah, setiap melakukan ritual pulang kampung, saya selalu melihat ada hal
yang berubah yang bagi teman dikampung mengatakannya sebagai pembangunan.
Bahkan yang lebih ironis adalah
pasir-pasir putih dilenyapkan dengan cara ditimbun lalu dijadikan sebagai jalan
raya. Sekali lagi saya amat tak paham mengapa pasir putih, alam yang harus
dijaga itu harus ditiadakan. Bukankah bagi orang-orang dikota besar, pasir
putih adalah serupa mutiara atau barang langka nan mahal. Untuk menikmatinya
mereka harus mengeluarkan sejumlah biaya untuk bisa melihatnya. Dikota besar
juga pasir putih terkadang tak memilikinya bahkan tak ada.
Lantas mengapa justru di daerah
pulau seperti Tomia, pantai atau pasir putih harus dihilangkan keberadaanya
dengan dalih untuk proyek pembangunan. Atau mengapa harus membangun rumah-rumah
beton dipinggiran pantai dengan melenyapkan butiran mutiara bernama pasir putih
tadi. Apa barangkali kawasan pantai dan laut ada pribadi yang memilikinya,
begitukah?
Jika memang alam dan semesta
wakatobi terkhusus Tomia lebih mementingkan kepentingan pembangunan melenyapkan
warisan pencipta semesta, barangkali sepuluh tahun kedepan garis-garis pantai
putih yang masih tersisisa diberapa wilayah tak akan dinikmati lagi oleh
anak-anak cucu kita sebagai pewaris pelaut ulung dan penakluk lautan itu. Ya,
saya curiga!
***
Punahnya keindahan alam seperti
pasir putih dan pantainya di Pulau Tomia (waha-onemay) harus disematkan kepada
siapa penyebabnya. Diakah warga yang membangun rumah tepat diatas pasir-pasir
tersebut. Atau yang memiliki kemampuan menjalankan proyek pembangunan jalan
raya itu. Ah, entahlah saya tak ingin menuding siapa-siapa namun yang pasti
catatan minim makna ini adalah bentuk curhatan saya sebagai anak pulau kepada
penguasa langit sang pencipta semesta dan isinya yang maha indah. Oh, lindungilah alam kami.
-
Pulau
Tomia, Saya ketika mengadu kepada Pencipta Semesta alam.
ternyata masalh yang ada dikampungku tidak beda jauh dengan kampung bapak. lebih ironisnya. pasir pasir pantai banyak yang diambil buat daerah lain. lautpun mulai menunjukkan angkara murka nya.
ReplyDeleteDuh... jadi rindu sama kampung halaman
ReplyDeletewakatobi memang indah dari dulu....tinggal pelestariannya..
ReplyDeletebtw salam kenal
kenapa gak di poto :D
ReplyDeletehemmm sayangnya keindahan yang Tuhan titipkan gak bisa di rawat dengan baik oleh manusianya, kasihan, saya yakin Wakatobi yang dulu pasti jauh lebih indah dari yang sekarang..
ReplyDeletesayang banget yah kalau sampai keindahan alam makin hari makin hilang
ReplyDeletePenyelamatan terhadap keaslian alam di sekitar kita sebaiknya sedini mungkin, kita harus sampaikan kepada anak cucu kita nanti agar kelak alam ini tetap lestari, sungguh sangat di sayangkan jika alam rusak karena kita dan itu harus segera di cegah, memang semua untuk kebutuhan manusia, tapi jika terlalu berlebih justru akan membawa bencana dan mala petaka untuk manusia itu sendiri. Terima kasih Tuhan Engkau telah pertontonkan kepada kami keunikan yang natural dan itu bagian dari keAgunganMu. makasih sobat.
ReplyDelete