Cepat mendekatlah, Lidya. bergegas lalu duduklah disampingku
pada hammock yang menggantung ini, hammock hitam tempat dimana kita biasa berkasih-kasihan membunuh malam-hitam perkotaan nan angkuh. sebab akan kuceritakan padamu kisah tentang
keheningan juga damainya semesta ketika bermalam ditengah gunung sana.
oh, Lidya... tahukah engkau, kadang saat malam tiba, dingin nyaris membekukan sel-sel darahku hingga hampir saja membunuhku, merenggut nyawaku yang lemah tak kuasa ini. Alam memang lengang serta liar, berapa waktu lalu di antara jurang terjal patahan bulu baria-gunung mulut tuhan yang kulewati, kabutnya sekali lagi nyaris menelanku dalam-dalam ke dasarnya. Perjalanan hidup meniti waktu tak perlu kita takuti seperti ungkapan serta ketakutan beberapa orang kepada kita hari itu. percayalah kematian pasti menemui kita dan bukankah itu keniscayaan, katamu padaku. ah, aku menyukai semangat hidupmu. sungguh!
oh, Lidya... tahukah engkau, kadang saat malam tiba, dingin nyaris membekukan sel-sel darahku hingga hampir saja membunuhku, merenggut nyawaku yang lemah tak kuasa ini. Alam memang lengang serta liar, berapa waktu lalu di antara jurang terjal patahan bulu baria-gunung mulut tuhan yang kulewati, kabutnya sekali lagi nyaris menelanku dalam-dalam ke dasarnya. Perjalanan hidup meniti waktu tak perlu kita takuti seperti ungkapan serta ketakutan beberapa orang kepada kita hari itu. percayalah kematian pasti menemui kita dan bukankah itu keniscayaan, katamu padaku. ah, aku menyukai semangat hidupmu. sungguh!
Oh, Lidya. kepadamu akan kukisahkan pula tentang bunga
langka yang sedang bermekaran disepanjang patahan pegunungan yang kulewati. amat cantik, mewangi serta seolah memberi senyum kepadaku. Tak lupa pula ia menyiratkan pesan
semoga abadilah kasih cinta kita kian harinya. Edelweis nama bunga itu, perlambang ketulusan, kesabaran serta
perjuangan. Abadilah kisahnya pada kita. oh, semoga alam raya merestui.
Kepadamu, Lidya-ku... Dengarlah kisah perjalanan ini. ditengah belantara kutemukan sungai-sungai bersuara jernih dan merdu. ia adalah nyanyian semesta ditengah keheningan malam. air yang bermuara itu sebagai nafas kehidupan bagi bumi serta makhluk penghuni jagat ini. Sungguh semesta begitu baik kepada manusia namun kadang perlakuan kepadanya sebaliknya, bukan!
Lidya, aku hampir lupa bercerita akan perkampungan yang kulewati di kaki pegunungan. Kulihat bunga-bunga kopi bermekaran pada pucuk pohonnya, begitu mewangi bersenyawa dengan udara pagi yang sejuk. Lereng gunung di sana di penuhi tanaman kopi, orang-orang bukit menaruh harapan hidup bagi bijinya.
Oh, Lidya. kau tahu.. jalanan antar perkampungan begitu sulit dilalui sebab tak ada aspal atau jalanan beton tetapi aku menaruh kagum kepada mereka akan otot-otot betisnya yang begitu kuat saat menuruni dan mendaki. Tatkala malam datang maka gelap gulitalah rumah-rumah orang-orang bukit itu. Tak ada penerangan listrik negara layaknya di kota seperti yang kita tempati sewindu lebih ini. Sungguh, tak ada penghargaan kepada petani yang telah menghadirkan minuman penuh cita rasa kepada cangkir orang kota entah itu penguasa atau bagi mereka kafeinisme yang kutau saat pagi harinya disediakan di atas meja kerjanya. Terpujilah mereka orang-orang bukit, sekali lagi terpujilah kalian para petani kopi..
oh, kepadamu Lidya kekasihku.. kelak akan kuajak engkau kesana untuk membaui wanginya kopi bercampur damainya udara pagi. ya saya janji ketika musim bunga perlambang cinta kasih abadi itu datang menghampiri. engkau harus siap saat hari itu tiba ..
Lidya, aku hampir lupa bercerita akan perkampungan yang kulewati di kaki pegunungan. Kulihat bunga-bunga kopi bermekaran pada pucuk pohonnya, begitu mewangi bersenyawa dengan udara pagi yang sejuk. Lereng gunung di sana di penuhi tanaman kopi, orang-orang bukit menaruh harapan hidup bagi bijinya.
Oh, Lidya. kau tahu.. jalanan antar perkampungan begitu sulit dilalui sebab tak ada aspal atau jalanan beton tetapi aku menaruh kagum kepada mereka akan otot-otot betisnya yang begitu kuat saat menuruni dan mendaki. Tatkala malam datang maka gelap gulitalah rumah-rumah orang-orang bukit itu. Tak ada penerangan listrik negara layaknya di kota seperti yang kita tempati sewindu lebih ini. Sungguh, tak ada penghargaan kepada petani yang telah menghadirkan minuman penuh cita rasa kepada cangkir orang kota entah itu penguasa atau bagi mereka kafeinisme yang kutau saat pagi harinya disediakan di atas meja kerjanya. Terpujilah mereka orang-orang bukit, sekali lagi terpujilah kalian para petani kopi..
oh, kepadamu Lidya kekasihku.. kelak akan kuajak engkau kesana untuk membaui wanginya kopi bercampur damainya udara pagi. ya saya janji ketika musim bunga perlambang cinta kasih abadi itu datang menghampiri. engkau harus siap saat hari itu tiba ..